BI: Kinerja Industri Manufaktur Membaik pada Kuartal III-2020

Ilustrasi industri manufaktur.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

VIVA – Bank Indonesia mengumumkan indeks yang mengukur kinerja industri manufaktur, yakni Prompt Manufacturing Index (PMI), membaik pada kuartal III-2020.

Berstandar Tinggi, Inovasi dan Layanan Cinema XXI Dapat Pengakuan Dunia

PMI pada periode itu sebesar 44,91 persen, naik dari 28,55 persen pada kuartal II-2020. Meski, masih jauh di bawah 52,04 persen pada kuartal III-2019.

"Terindikasi membaik meski masih berada dalam fase kontraksi," kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko, Rabu, 14 Oktober 2020.

Kemenperin Soroti Dampak ke Industri dalam Rancangan Permenkes soal Tembakau

Baca juga: IHSG Dibuka Menghijau, Saham Sektor Keuangan Naik karena Pengumuman BI

Menurut Onny, perbaikan kinerja industri pengolahan itu akan semakin membaik pada kuartal IV. Walau masih berada pada fase kontraksi atau di bawah level 50 persen.

Pemerintah Bakal Kehilangan Rp 40 Triliun Gegara Beri Insentif Redam Dampak PPN Naik Jadi 12 Persen

Berdasarkan komponen pembentuknya, Onny melanjutkan, peningkatan pada kuartal III-2020 terjadi pada seluruh komponen indikator pembentuk indeks.

Indikator pembentuk indeks tertinggi pada komponen volume pesanan barang input dengan indeks 50,55 persen dan telah mencapai fase ekspansi.

"Tertinggi pada volume pesanan barang input sejalan dengan implementasi adaptasi kebiasaan baru yang mendorong permintaan dan kemudahan distribusi," ungkapnya.

Adapun indikator lain, seperti volume produksi masih di zona kontraksi sebesar 45,35 persen dan volume persediaan barang jadi 43,87 persen.

Sementara itu, jumlah tenaga kerja masih juga di fase kontraksi dengan angka sebesar 41,03 persen dan kecepatan penerimaan barang input 38,75 persen.

Berdasarkan subsektor, perbaikan kinerja PMI-BI kuartal III-2020, katanya, juga terjadi pada seluruh subsektor industri pengolahan.

Indeks tertinggi tercatat pada subsektor semen dan barang galian non logam 48,49 persen, diikuti makanan, minuman dan tembakau 48 persen, serta kertas dan barang cetakan 46,37 persen. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya