UU Cipta Kerja Bentuk Bank Tanah, Rumah Rakyat Miskin Tak Lagi Jauh
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro
VIVA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkapkan maksud dan tujuan pembentukan bank tanah yang diatur dalam Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Baca Juga:Â Pemerintah Siap Hadapi Penolakan UU Cipta Kerja di MK
Melalui lembaga tersebut, pemerintah membantah akan mengambil dengan mudah tanah-tanah milik rakyat. Melainkan bertujuan untuk mengambil tanah tak bertuan agar bisa dikelola dan dikembalikan kepada rakyat.
Hal itu dikatakan Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, saat konferensi pers bersama 12 menteri Kabinet Indonesia Maju mengenai penjelasan rinci UU Cipta Kerja yang digelar secara virtual, Rabu, 7 Oktober 2020.
"Sehingga tanah-tanah yang tidak optimum, terlantar, tak bertuan ditampung negara, diatur dan didistribusikan kembali ke masyarakat," tutur dia, hari ini.
Salah satu keuntungan utama dari keberadaan bank tanah itu, kata Sofyan, adalah masyarakat miskin tidak lagi kesulitan membeli rumah atau tempat tinggal di pusat kota, sehingga tidak lagi di daerah pinggiran kota.
“Itu supaya negara punya tanah yang bisa digunakan mekanisme yang dimiliki ATR/BPN, sehingga harusnya orang yang kurang beruntung tinggal di pusat kota, yang mampu commuter tinggal di luar kota," ungkap dia.
Selain itu, dia melanjutkan, dengan adanya bank tanah, kota-kota di Indonesia nantinya tidak lagi minim taman-taman seperti saat ini. Sebab, pemerintah telah memiliki tanah melalui bank tanah sehingga bisa dikelola.
"Kita paling miskin dengan taman kenapa? Karena negara tidak punya tanah. Pengalaman Singapura dulu asal muasalnya tanah milik negara 30-40 persen, hari ini dengan konsep bank tanah jumlah tanah yang dikontrol negara bertambah setiap tahun," kata dia.
Bank tanah itu, kata Sofyan, akan berbentuk lembaga yang memiliki komite berisi tiga menteri paling sedikit dan diawasi oleh dewan pengawas dari pemerintah maupun profesional.
"Ini harus kita awasi, ini tentu ada organnya, ada komite bank tanah yang terdiri dari menteri. Tidak boleh menteri sendiri mengatur, ada komite paling sedikit tiga menteri," ungkap Sofyan. (art)