Faisal Basri ke Pemerintah: Jangan Rombak Atap Sebelum Badai Berlalu
- VIVA/Lucky Aditya
VIVA – Ekonom Senior INDEF Faisal Basri menanggapi isu revisi Undang-Undang Bank Indonesia (RUU BI) dan Perppu Reformasi Keuangan yang muncul di tengah pandemi COVID-19. Menurutnya, sepanjang Semester I 2020, sektor keuangan sebetulnya masih tumbuh positif.
Tapi menurutnya, semua sektor kalau terlalu lama menghadapi pandemi memang akan rontok juga. Hal inilah yang dinilai jadi pemicu munculnya rencana Perppu Reformasi Keuangan dan RUU BI.
"Pengendali kebijakan ekonomi di pemerintahan, itu (termasuk) Gubernur BI itu analisis saya rasa frustasi mengelola ekonomi ini," kata Faisal dalam diskusi daring INDEF yang disiarkan live YouTube, Kamis 1 Oktober 2020.
Baca juga: Kemenkeu Masih Hitung-hitung Kemungkinan Pajak Mobil Baru Nol Persen
Mereka, lanjut dia, tidak punya kuasa mengontrol masalah COVID-19. Pengendali kebijakan ekonomi hanya bisa mengatasi melalui kemampuan keuangannya yang juga terbatas.
"Sehingga mereka jadi pemadam ‘kebakaran’ yang makin lama logistik yang mereka miliki itu tergerus. Mereka mencari instrumen lain dalam bentuk penguatan negara atau pemerintahan untuk mengambil alih segala instrumen secara lebih cepat," kata dia.
Terkait Perppu reformasi keuangan, faisal menilai itu belum mendesak untuk dilakukan saat pandemi ini. Menurutnya, Perppu pun tak bisa dijadikan alternatif pemadam 'kebakaran' saat ini. Dia mengibaratkan, aturan itu adalah atap rumah yang tak perlu dirombak sebelum badai berlalu.
"Yang penting atasi COVID-19. Jangan melakukan renovasi atau rombak atap rumah kalau badai belum selesai. Jadi ayok kita pikirkan matang-matang karena sistem ada baik buruk positif dan negatif," kata dia.
Soal independensi Bank Indonesia dalam RUU BI, menurutnya, itu juga tidak mendesak. Bahkan, Sri Mulyani sudah mengatakan belum membahas revisi itu saat ini.
Kata dia, permasalahan bank saat ini bisa diatasi melalui saling bantu. Misalnya bank yang besar likuiditasnya, seperti Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV membantu bank kecil.
"Yang masalah adalah BUKU I dan BUKU II, bagaimana likuiditas besar memberi pinjaman ke bank yang kecil, agar diperluas dan itu bisa antar bank itu selesai itu masalahnya, kuncinya adalah mengatasi COVID ini," tutur dia. (ren)