Kebiasaan Masyarakat Bisa Perparah Resesi, Ini Cara Mencegahnya

Ilustrasi masyarakat belanja di supermarket.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Resesi ekonomi dipastikan terjadi di Indonesia setelah pertumbuhan ekonomi nasional berturut-turut melemah dari rata-rata tahunan atau dua kuartal berturut-turut negatif. Tapi, resesi bisa semakin buruk jika masyarakat terus menahan konsumsinya.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diramalkan Tembus 5% Persen di 2024, Apa Artinya di Mata Global?

Kepala Ekonom Danareksa, Moekti Prasetiani Soejachmoen, mengatakan resesi itu sangat dipengaruhi oleh keyakinan masyarakat. Jika masyarakat semakin yakin terjadi resesi maka dia akan menahan konsumsinya. 

"Dengan masyarakat mengurangi konsumsi sebenarnya itu adalah mereka akan memperparah resesi itu sendiri karena tidak ada kegiatan ekonomi di masyarakat," kata dia secara virtual, Jumat 25 September 2020.

Ekonom Ungkap Kaitan Danantara dan Target Pertumbuhaan Ekonomi 8% Prabowo

Baca juga: Aplikasi Mandiri Online Error, Apa Penyebabnya?

Moekti menjelaskan, itu disebabkan mayoritas kontributor Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia adalah konsumsi rumah tangga, yakni mencapai 57,85 persen. Artinya, jika masyarakat semakin enggan belanja maka dipastikan ekonomi tertekan.

Dharma Pongrekun Sebut Indonesia Bakal Hadapi Resesi Super Berat di 2025-2030

Oleh sebab itu, dia menilai, kebijakan pemerintah yang saat ini terus menggelontorkan secara besar-besaran jaring pengaman sosial dalam bentuk bantuan sosial sudahlah tepat. Tinggal bagaimana masyarakatnya membelanjakan uang itu.

"Jadi sebenarnya yang perlu dilakukan kunci kita secepatnya keluar dari resesi adalah kita meningkatkan konsumsi rumah tangga karena memang perekonomian Indonesia merupakan perekonomian yang digerakkan konsumsi rumah tangga," ucap dia.

Jika konsumsi atau permintaan rumah tangga terhadap suatu produk turun, maka dipastikannya sektor bisnis akan mengurangi produksinya dan berujung pada terhentinya investasi atau daya ekspansi dari sektor bisnis. Ujungnya terciptanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Mereka akan mengurangi produksinya dan juga mereka tidak akan ekspansi dan ini sebabkan terpanas mereka PHK orang dan itu akan sebabkan pendapatan keluarga nya turun dan itu akan kurangi kegiatan ekonomi," tutur Moekti.

Moekti menekankan pada dasarnya, ketika ekonomi Indonesia kuartal I-2020 melambat di posisi 2,97 persen sinyal resesi sudah muncul. Namun, secara teknis akan resmi resesi bila kuartal III-2020 ekonomi Indonesia minus seperti kuartal II-2020 yang mencapai 5,32 persen.

"Proyeksi kami seperti pemerintah di kuartal III kita masih mengalami pertumbuhan negatif 1,16 persen dan secara teknis ini yang dinamakan resesi di mana dua kuartal berturut-turut kita mengalami pertumbuhan negatif," tegas Moekti. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya