Kemenkeu: Resesi Bukan Hantu, Datangnya Tidak Tiba-tiba
- vivanews/Andry Daud
VIVA – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memastikan ekonomi Indonesia resesi pada tahun ini. Itu karena dampak pandemi COVID-19 telah membuat pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan tahunan sebelumnya.
Baca Juga: Dengan Alasan Efisiensi, Masa Berlaku Paspor Kini Menjadi 10 Tahun
Kepala BKF Kemenkeu, Febrio Kacaribu, mengatakan, definisi resesi memang bisa menjadi perdebatan. Tapi, dia menekankan, kondisi resesi bukan hanya diartikan karena ekonomi Indonesia dalam dua kuartal berturut-turut minus.
Lebih jauh dari itu, dia mengungkapkan bahwa resesi pada dasarnya bisa diprediksi dan tidak tiba-tiba terjadi begitu saja. Ciri utamanya adalah ketika ekonomi lebih rendah ketimbang pertumbuhan rata-rata tahunan, misalnya untuk Indonesia di bawah lima persen.
"Resesi ini sering kali terjadi tidak tiba-tiba, jadi bukan seperti hantu yang tiba-tiba datang, kita kaget, enggak. Resesi ini sebenarnya proses perlambatan ekonomi secara keseluruhan," ungkap Febrio secara virtual, Jumat, 25 September 2020.
Febrio menegaskan, ekonomi Indonesia sudah turun bukan hanya mulai kuartal II-2020 yang minus 5,32 persen dan kuartal III-2020 yang kemungkinan minusnya di kisaran 2,9 persen hingga 1 satu persen. Melainkan mulai dari kuartal I-2020.
Katanya, pada periode itu ekonomi Indonesia sudah lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan yang berada di kisaran lima persen, meskipun tidak negatif atau minus. Pada kuartal I-2020 ekonomi Indonesia hanya tumbuh 2,97 persen secara tahunan.
"Berarti memang sudah resesi. Jadi dari kuartal I, kuartal II, kuartal III ya sudah pasti, ini sudah berkepanjangan perlambatan perekonomian kita. Harapannya kuartal IV membaik apa enggak ini jadi fokus ke depan. Sebenarnya kalau resesi kita ya sudah sepanjang tahun ini resesi sebenarnya," tutur dia.
Sepanjang 2020, Kementerian Keuangan memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia akan berada pada teritori negatif, yakni di kisaran minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen. Jauh di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi yang selalu di kisaran lima persen. (art)