Intip Substansi RUU Cipta Kerja yang Sudah Disepakati
- ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
VIVA – Pemerintah mengakui “obesitas” perizinan berusaha selama ini merupakan bagian dari “lemak-lemak” ekonomi yang harus segera diperbaiki. Oleh karena itu diperlukan pemangkasan regulasi untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi Indonesia.
Cara utamanya adalah dengan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, yang menggunakan omnibus law sebagai metode dalam penyusunannya. Beberapa substansi yang ada di RUU itu telah disepakati DPR.
Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi mengungkapkan “lemak-lemak” ekonomi yang akan dituntaskan.
"Kita anggap sebagai lemak-lemak ekonomi itu misalnya menyangkut obesitas regulasi, ada daya saing kita yang masih belum baik, masalah ketenagakerjaan, masalah perizinan dan kemudahan berusaha, UMKM, koperasi dan kepastian hukum," kata dia secara virtual, Kamis, 24 September 2020.
Ellen pun mengungkapkan, beberapa substansi RUU tersebut yang telah disepakati bersama dengan panitia kerja (panja) badan legislasi DPR, di antaranya kesesuaian tata ruang hingga persetujuan lingkungan.
Kemudian, terkait persetujuan bangunan gedung dan sertifikat laik fungsi dan penerapan perizinan berbasis risiko. Risiko rendah hanya dengan pendaftaran, dan risiko menengah dengan pemenuhan standar.
Baca juga: Siap-siap, Tahun Depan Ada 60 Lagi Kamera Awasi Pengendara di Jakarta
"Yang izin berbasiskan risikonya tinggi, kalau risikonya menengah hanya dengan pemenuhan standar yang rendah seperti UMKM misalnya, cukup dengan pendaftaran nanti melalui sistem OSS. Dia dapat memberikan NIB dengan demikian sudah teregister dan mendapatkan semacam perizinan," kata Elen.
Adapun yang terkait UMKM dan koperasi adalah kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan. Kemudian terkait riset dan inovasi serta terkait tindak lanjut putusan WTO atas penyelesaian sengketa.
Sementara itu, terkait penataan kewenangan perizinan berusaha antara pemerintah pusat dan daerah juga telah disepakati. Pemerintah, dikatakannya, tidak mengambil alih kewenangan pemerintah daerah.
"Kita tidak mengambil alih kewenangan di Pemda yang kita lakukan adalah kita menerapkan standar dalam bentuk NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria) dan standar ini berlaku nasional dengan demikian tidak lagi ada perbedaan antara satu daerah dengan daerah lain," ujarnya.
Dengan begitu, disepakati juga bahwa pemerintah pusat dapat mengambil alih perizinan berusaha dalam hal pemerintah daerah tidak melaksanakan atau tidak sesuai dengan NSPK.