Pandemi COVID-19: Ekonomi di Indonesia Dinilai Dibuka Terlalu Cepat
- abc
Obed Humutur, seorang musisi kafe di Jakarta terpaksa menjual keyboard miliknya.
Sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di ibu Kota diterapkan ia nyaris tak pernah lagi manggung, padahal ini adalah mata pencaharian utamanya.
"Saya kecewa karena kita tidak bisa mendapat penghasilan, kita tidak melakukan apa-apa sudah enam bulan dan tak ada cukup bantuan," ujarnya kepada ABC Indonesia.
Obed mengatakan satu-satunya bantuan yang ia terima adalah bantuan sosial berupa satu buah paket berisi beras, ikan sardin kalengan, mie instan, dan biskuit setiap bulannya.
"Tentunya ini tidak akan menolong kita untuk membayar uang sewa kontrakan," kata Obed yang tinggal di rumah susun Bidara Cina, Jakarta Timur.
Obed Humutur berharap pemerintah Indonesia lebih memberikan bantuan yang cukup kepada mereka yang bekerja di sektor informil. (Koleksi pribadi)
Obed adalah satu dari jutaan warga Indonesia yang tidak lagi dapat bekerja di tengah pandemi COVID-19, terutama mereka yang bekerja di sektor informal atau yang menggantungkan penghasilan dari kerja harian.
Pekan ini Jakarta kembali memberlakukan PSBB, setelah Gubernur Anies Baswedan memutuskan untuk "menarik rem darurat" setelah melihat perkembangan kondisi COVID-19 saat ini di Jakarta.
Kekhawatiran rumah sakit di Jakarta yang akan melebihi kapasitasnya serta angka penularan rata-rata harian yang setidaknya mencapai 1.000 kasus dalam beberapa pekan terakhir menjadi salah satu pertimbangannya.