Hikmah Pandemi Corona, Menko Airlangga: RI Bisa Gantikan Posisi China
- Repro video.
VIVA – China ditegaskan tidak hanya menyebarkan Virus Corona ke seluruh dunia. Tapi, negara Tirai Bambu itu pun jadi biang kerok pelemahan ekonomi global saat ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan, pemulihan pandemi Corona di China membuat ekonomi global terguncang. Sebab, China memiliki kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
"China adalah negara importir sekaligus eksportir utama bagi banyak negara. Kebijakan yang diambil China untuk menekan penyebaran COVID-19 membuat global suplay chain terguncang hebat," ujar Airlangga dalam acara HSBC Economic Forum secara virtual, Rabu 16 September 2020.
Baca juga: Sepakat dengan Ahok, Refly Harun: Direksi BUMN Dayang-dayang Menteri
Dia mengungkapkan, terguncangnya ekonomi dunia menunjukkan ketergantungan banyak negara kepada China besar saat ini. Hal ini menjadi perhatian Indonesia ke depannya.
"Pandemi ini telah memberikan pelajaran berharga bahwa rantai pasok barang tidak bisa terpusat pada satu negara karena terlalu berisiko," ungkapnya.
Momentum perbaikan ekonomi global saat ini pun ditegaskan Airlangga, akan dimanfaatkan Indonesia untuk menyalip China. Khususnya, mengambil posisi yang sama menjadi penghubung atau hub rantai pasok barang di dunia.
Dia menegaskan, hal itu optimistis bisa diwujudkan Indonesia. Apalagi, kini banyak perusahaan multinasional yang mulai merelokasi industrinya dari China ke negara-negara ASEAN khususnya.
"Ini bisa jadi kesempatan Indonesia untuk menggantikan posisi China sebagai tujuan investasi, jadi hub rantai pasok global baru,” tuturnya.
Optimisme tersebut, lanjut Airlangga, juga tercermin dari data investasi di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Seratusan perusahaan global telah sampaikan rencananya untuk berinvestasi di Indonesia.
"Berdasarkan data BKPM saat ini ada 143 perusahaan yang memiliki rencana investasi ke Indonesia," tuturnya.
Perusahaan-perusahaan global tersebut tercatat berasal dari sejumlah negara besar. Antara lain Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, Hong Kong, dan China. “Dengan potensi tenaga kerja lebih dari 300 ribu tenaga kerja," ujarnya. (art)