Isu Dewan Moneter dan Burden Sharing Buat Rupiah Semakin Loyo

Ilustrasi rupiah dan dolar AS.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat, 4 September 2020. Rupiah diperdagangkan di kisaran Rp14.790 per dolar AS.

IHSG Jatuh ke Level 7.036 Terseret Melemahnya Nilai Tukar Rupiah, Saham ANTM dan PGAS Konsisten Kinclong

Baca Juga: Bahaya yang Diciptakan dari Berdirinya Dewan Moneter di Indonesia

Di pasar spot, hingga pukul 10.10 WIB, rupiah ditransaksikan di kisaran Rp14.792 per dolar AS. Melemah 0,10 persen dari level perdagangan kemarin, Kamis, 3 September 2020 di posisi Rp14.777 per dolar AS.

Rupiah Melemah Lagi, Misbakhun: Bukan Akibat KPK Geledah BI

Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia mematok nilai tengah rupiah di level Rp14.792. Lebih rendah dari nilai tengah kemarin di posisi Rp14.818.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan, kondisi tersebut disebabkan kekecewaan pelaku pasar keuangan terhadap skema berbagi beban antara BI dan pemerintah yang kemungkinan berjangka panjang.

Dibuka Menguat, Rupiah Berpotensi Melemah Imbas Ketegangan Rusia-Ukraina

Sebab, katanya, Presiden Joko Widodo kemarin menyatakan bahwa jika pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa berada di kisaran 4,5-5,5 persen, maka burden sharing mungkin tidak lagi dibutuhkan pada 2022.

Pernyataan Jokowi tersebut, dikatakan Ibrahim, dimaknai bahwa masih ada peluang pemerintah akan meminta bantuan kepada BI untuk membiayai defisit anggaran setidaknya hingga 2022, andai pertumbuhan ekonomi di bawah target.

"Pelaku pasar kecewa karena mengira burden sharing hanya kebijakan jangka pendek, sekali pukul, ad hoc, one off. Namun ternyata ada kemungkinan bertahan lama," katanya dikutip dari analisisnya hari ini.

Di samping itu, Ibrahim melanjutkan, pelaku pasar juga mencemaskan wacana amendemen Undang Undang (UU) BI. Salah satu opsi yang ada adalah kembalinya Dewan Moneter seperti masa Orde Baru.

"Informasi ini membuat bingung pelaku pasar, sehingga wajar kalau dana asing menahan diri untuk masuk ke pasar keuangan malahan sebaliknya dana yang sudah parkir di pasar dalam negeri kembali keluar," tuturnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya