Soal Dewan Moneter, Faisal Basri: Pajak Anjlok, Kenapa BI Diobok-obok?
- ANTARA FOTO/Andika Wahyu
VIVA – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri mengkritik keras upaya pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam membentuk Dewan Moneter. Istilah Dewan Moneter mencuat saat DPR tengah berupaya melakukan revisi ketiga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dewan Moneter direncanakan diketuai oleh Menteri Keuangan.
"Please, masalahnya di fiskal dan kementerian teknis, ini moneter yang diobok-obok solusinya. DPR sedang godok UU yang hendak mengubah UU tentang BI," kata Faisal secara virtual, Kamis 3 September 2020.
Baca Juga:Â Tiga Bulan Anjlok, Kepercayaan Konsumen Kembali Naik pada Agustus 2020
Salah satu isu kuat yang menyebabkan adanya revisi dan pembentukan Dewan Moneter tersebut adalah independensi BI yang dianggap terlalu berlebihan sehingga tidak optimal mendorong pembangunan ekonomi.
Menurut Faisal, isu tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 D yang diterjemahkan UU Nomor 23/1999 bahwa independensi BI bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lain.
Apalagi, saat ini, yang menyebabkan ekonomi terdampak buruk oleh Pandemi COVID-19 adalah karena pemerintah yang tidak mampu dengan baik mencari sumber-sumber pendapatan baru untuk menopang APBN.
Di sisi lain, ungkap Faisal, pemerintah mengklaim utang masih terkendali untuk mendapat sumber pembiayaan baru, akan tetapi meminta BI dan LPS menanggung beban pembiayaan APBN melalui skema burden sharing.
"Jadi ini semua diselesaikan dengan moneter. Gatal tangan kita, kaki yang diamputasi, apa salahnya moneter ini, yang salah tax rasio kecil, turun terus, gagal menarik pajak dari sektor ekonomi yang terus tumbuh," lanjut dia. (ren)