Pemerintah Diminta Tak Perlu Buru-buru Kejar Pertumbuhan Ekonomi

Ilustrasi suasana Ibu Kota Jakarta sebagai pusat bisnis.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pemerintah tidak perlu terburu-buru mengejar angka pertumbuhan ekonomi untuk bergerak ke angka yang positif. Pemerintah diminta fokus dulu dalam pengendalian penyebaran pandemi COVID-19, mengingat jumlah kasus belum mengalami penurunan signifikan.

Ekonom Ingatkan Dampak PPN Naik Jadi 12 Persen Turunkan Daya Beli Masyarakat

"Selesaikan dulu pandeminya, kasus positif harus turun, baru masyarakat pede untuk belanja. Sekarang dengan adaptasi kebiasaan baru, bioskop mau dibuka, mal sudah dibuka saja kan sepi. Karena kelas menengah atas yang punya uang khawatir keselamatan dirinya," kata pengamat Indef Bhima Yudhistira, Senin 31 Agustus 2020.

Baca juga: RI Bulan Depan 99 Persen Resesi, Ekonom Saran Ini ke Pemerintah

Ekonom Indef Sebut Kebijakan Rokok Polos Ancam Ekonomi Indonesia Rp308 Triliun

Kemudian, stimulus kesehatan harus juga dikejar agar penanganan kesehatan lebih optimal. Menurut Bhima, Kementerian Kesehatan sudah sangat keterlaluan karena realisasi stimulus kesehatan baru mencapai 13,9 persen per akhir Agustus ini.

"Jangan lambat, ini sudah kelewatan. Kenapa menterinya tidak segera diganti," ujar Bhima.

Konsumsi Rumah Tangga Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal III-2024

Menurut dia, misi pemerintah yang mengejar pertumbuhan ekonomi positif kurang relevan dengan kondisi saat ini. Sebab, meski semua keran ekonomi dibuka, masyarakat belum berani bepergian atau berbelanja di keramaian. Ditambah lagi, kasus positif COVID-19 trennya cenderung meningkat.

Bahkan, menurut Bhima, usaha pemerintah dalam mendongkrak ekonomi akan sia-sia jika tidak diperhitungkan dengan baik. "Iya, pemerintah salah strategi dan salah diagnosa permasalahan," tutur Bhima.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PAN Eddy Soeparno, menilai, penyerapan belanja pemerintah pada kuartal II yang terkontraksi hingga minus 6,9 persen memang perlu dikebut. Dengan syarat protokol kesehatan terpenuhi, maka bansos dan subsidi harus dikucurkan tepat sasaran.

"Jika prasyarat pertama di atas terpenuhi, maka penyerapan belanja pemerintah dan bansos serta subsidi gaji bisa menjadi daya ungkit perekonomian ke depannya," kata Eddy. (art)

Ekonom dan Financial Market Specialist, Lucky Bayu Purnomo

Ekonom Ungkap Kaitan Danantara dan Target Pertumbuhaan Ekonomi 8% Prabowo

Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dinilai merupakan tonggak besar dalam perjalanan ekonomi Indonesia sebagai akselerator ekonomi dan investasi Nusantara.

img_title
VIVA.co.id
25 November 2024