Cuma 13 Juta dari 52 Juta Pekerja Dapat Insentif, Indef: Tidak Adil

Pekerja pabrik farmasi tengah mengawasi pengemasan obat.
Sumber :
  • ANTARA/Andika Wahyu

VIVA – Institute for Development of Economics and Finances (Indef) memperkirakan, kebijakan pemberian insentif oleh pemerintah kepada 13 juta pekerja bergaji di bawah Rp5 juta hanya akan menjadi sumber permasalahan ke depannya.

Insentif HEV sebagai Solusi Transisi Menuju Elektrifikasi Penuh

Baca Juga: Bergaji di Bawah Rp5 Juta, Siap-siap Dapat Insentif dari Sri Mulyani

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, menyatakan itu disebabkan jumlah pekerja yang bergaji di bawah Rp5 juta saat ini bisa mencapai 52,2 juta orang. Dengan angka itu akan tercipta kesenjangan penerima yang besar dan berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial.

Kabar Baik, Permintaan Tenaga Kerja Terampil Indonesia di Pasar Global Meningkat Tajam

"Persoalannya adalah kita tahu, yang bekerja sebagai buruh, karyawan, pegawai itu ada 52,2 juta pekerja. Bagaimana memilih 13 juta, ada ketidakadilan kalau itu diterapkan," kata dia, Kamis, 6 Agustus 2020.

Dia juga menilai, pemerintah tidak adil jika mendasari data target penerima berdasarkan kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan. Sebab, banyak pekerja bergaji di bawah Rp5 juta yang tidak mengikuti program tersebut lantaran memang tidak sanggup.

Berdampak Positif dan Libatkan Banyak Industri Terkait, Pemerintah Perpanjang Insentif PPN DTP bagi Sektor Properti

"Kenapa hanya peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dijadikan dasar, semua merasa berhak kalau konteksnya pekerja. Itu menurut saya penting, bahkan kalau kita lihat pekerja formal 50 jutaan pekerja," tuturnya.

Tauhid juga menganggap, anggaran Rp31 triliun itu hanya akan semakin membunuh masyarakat yang memiliki pendapatan rendah atau di bawah Rp2,3 juta. Sebab, program bantuan sosial yang ada sebelumnya saja tidak mencakup seluruh kalangan masyarakat miskin.

"Padahal di satu sisi banyak pekerja PHK yang belum dapat bansos, lihat berapa realisasi bansos, dari kartu prakerja juga banyak tidak ter-cover. Gagasannya menarik tapi akan jadi masalah dan pertanggungjawabannya akan jadi masalah di kemudian hari," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Erick Thohir, menjelaskan fokus bantuan pemerintah ini ditujukan kepada 13,8 juta pekerja non-PNS dan non-BUMN.

Mereka yang akan mendapatkan Rp600 ribu per bulan itu merupakan yang aktif terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran di bawah Rp150 ribu per bulan atau setara dengan gaji di bawah Rp5 juta per bulan. Kebijakan ditargetkan terealisasi September 2020. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya