Jangan Cemaskan Resesi, tapi Takutlah Jika Terjadi Depresi Ekonomi
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
VIVA – Amerika Serikat, Jerman, Hong Kong, Singapura dan Korea Selatan adalah deretan negara yang mengalami resesi ekonomi. Pemicunya pandemi Corona COVID-19 yang melanda dunia.
Meski begitu, Ekonom dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal menilai, masyarakat Tanah Air tak perlu khawatir dengan ancaman kondisi tersebut. Sebab, resesi merupakan bagian dari siklus ekonomi yang tak berkepanjangan.
"Resesi ini sebetulnya enggak masalah karenakan cuma dua kuartal. Artinya dalam satu tahun kita bisa saja positif sebetulnya. Jadi, resesi ini bukan untuk khawatir," katanya dalam webinar, Sabtu, 1 Agustus 2020.
Baca Juga: Terus Bertambah, Sudah 17,7 Juta Orang di Dunia Terinfeksi Corona
Dia memahami, pertumbuhan ekonomi seperti Amerika Serikat akibat pandemi negatif hingga 32,9 persen pada kuartal II-2020. Pun, Singapura hingga -41,2 persen. Tapi, itu sudah diprediksi pelaku pasar ekonomi.
Menurut Fitra, yang harus dikhawatirkan saat ini adalah apabila pertumbuhan negatif itu terjadi dalam waktu yang lama, atau dikenal dengan istilah prolonged recession. Kata dia, kondisi itu bisa membuat depresi ekonomi.
"Oke, memang AS turun 30-an persen. Singapura 40-an persen. Tapi, ini sudah di-buying sama market. Mereka sudah tahu worst case-nya seperti ini. Yang ditakutkan resesinya berkepanjangan jadi ada depresi," ujarnya.
Namun, ia melanjutkan, lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF memprediksi ekonomi Indonesia maupun dunia akan pulih pada 2021. Alasannya, karena sudah bisa diedarkannya vaksin anti COVID-19.
Menurutnya, saat ini kunci dari pandemi ini adalah keberadaan vaksin. Dengan vaksin maka bis diyakini memulihkan ekonomi dunia.
"Katanya awal 2021 di kuartal I seharusnya sudah in market. Once COVID-19 ketemu vaksinnya masalahnya selesai karena (penyebab resesi ini) bukan masalah fundamental sehingga kita bisa rebound," tuturnya.