Meski Corona, Garuda Indonesia Masih Layani Penerbangan Internasional
- dok. Airbus
VIVA – Maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia turut merasakan dampak pandemi COVID-19 yang terjadi dalam dua bulan terakhir. Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (Persero), Irfan Saputra, mengatakan secara industri maskapai pelat merah ini termasuk yang terkena impact COVID-19 lebih dini.
Hingga kini Garuda Indonesia masih melayani penerbangan ke berbagai tujuan internasional, meski mengurangi frekuensi dari biasanya. Hal ini pun diputuskan setelah melalui diskusi dengan banyak pihak termasuk otoritas, pemegang saham maupun stakeholders lain.
"Kita tidak bisa semata menganggap Garuda Indonesia hanya berbasis bisnis, artinya cuma perhitungan ekonomis semata. Karena Garuda didirikan untuk menghubungkan masyarakat Indonesia dan memperkenalkan Indonesia di luar negeri," kata Irfan dalam diskusi virtual di media sosial Kumparan, Senin 4 Mei 2020.
Dia menjelaskan, banyak masyarakat yang belum tahu secara konstitusi bahwa jika ada warga negara Indonesia di luar negeri dalam kondisi meminta dipulangkan ke Tanah Air, maka negara harus memulangkan dengan menggunakan biaya negara. Selain itu dalam beberapa bulan terakhir pun mulai berkembang situasi di mana banyak masyarakat Indonesia di luar negeri, maupun warga asing di Indonesia, yang ingin kembali ke negara asalnya.
"Karena kita memahami kebutuhan dan mandat ini, jadi kita masih terbang ke tempat di mana selama ini kita terbang kecuali yang dilarang seperti China dan umroh. Tapi Amsterdam, Australia, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan misalnya itu kita masih terbang meski frekuensi kita monitor ketika mulai kosong kita kurangi sehingga kalau pun terbang ke lokasi tersebut hanya seminggu sekali," ujar Irfan.
Meski demikian Irfan mengakui terjadi penurunan jumlah penumpang cukup signifikan. Seperti dari Indonesia ke Amsterdam misalnya, Garuda Indonesia masih membawa cukup banyak penumpang warga negara Eropa yang ingin pulang. Namun ada kalanya dalam penerbangan dari Eropa ke Indonesia, hanya terisi sekitar 20 sampai 30 persen penumpang saja.
"Kami saksikan jumlahnya baik ke dan dari, makin lama berkurang. Kita tentu mengurangi frekuensi tapi kita pastikan ada perjalanan ke sana. Kita saksikan pandemi berlangsung juga penerbangan makin kosong. Mungkin satu hati nanti berubah penerbangan jadi satu hari sebulan, itu bisa saja," kata dia.
Baca: Angin Segar dari Pemerintah, Kondisi Negara Membaik Juni atau Juli