Rizal Ramli 'Kepret' Kebijakan Ekonomi 16, Warnet Saja Dikuasai Asing

Ekonom sekaligus mantan Menko Ekuin Rizal Ramli (kanan) saat beri keterangan pers beberapa waktu silam.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, mengaku sangat menyayangkan langkah pemerintah merelaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) di dalam Paket Kebijakan Ekonomi ke-16, dan memungkinkan asing menguasai 100 persen saham di sejumlah bidang usaha di Tanah Air.

Menko Airlangga Yakinkan Investor Global: If You Want to Grow, then Grow with Indonesia

Rizal menilai, pemerintah saat ini makin lama sudah semakin ke kanan atau menjadi sangat liberal, dalam menyusun berbagai kebijakan-kebijakan yang terkait dengan aspek ekonomi masyarakat dan hubungannya dengan upaya peningkatan kesejahteraan.

"Ini sudah terlalu jauh ini, enggak beres, enggak benar. Di mana enggak benarnya? Karena itu berarti merebut usaha-usaha kecil untuk rakyat," kata Rizal dalam sebuah diskusi di sebuah kampus swasta, kawasan Kalimalang, Jakarta Timur, Sabtu 24 November 2018.

Menteri Rosan Pede UMR 2025 Naik 6,5 Persen Tak Pengaruhi Masuknya Investasi Asing

Rizal pun mencontohkan beberapa bidang bisnis, yang berkemungkinan akan menjadi target investasi asing seperti misalnya bisnis warnet. Meskipun ketentuan investasi asing minimumnya harus bernilai US$1 juta atau sekitar Rp15 miliar, namun hal itu bisa diakali investor dengan membuat sejumlah warnet hingga modalnya bisa mencapai angka Rp15 miliar tersebut.

"Padahal warnet itu bisnisnya rakyat kita, modal lima PC (komputer) terus bikin warnet. Masa ini mau dikasih orang asing? Lalu orang asing mana yang mau masuk? Dari Eropa atau Amerika enggak mungkin bisnis beginian, yang mungkin masuk ya dari China daratan, saya mohon maaf (harus mengatakan hal ini)," ujarnya.

Emas Digital Mulai Dilirik, Ini 5 Kelebihannya

Bidang bisnis lain yang juga ikut terancam dengan invasi modal asing tersebut, menurut Rizal salah satunya adalah bidang bisnis sablon kaos.

"Bisnis sablon ini kan bisnis mahasiswa yang lagi belajar bisnis sablon kaos. Memang kalau dari Cina mesinnya mungkin lebih canggih, tapi masa sih bisnis anak-anak kita, kita mau kasih sama mereka (asing)," kata Rizal.

Apalagi, lanjutnya, dengan maraknya bisnis berbasis aplikasi online saat ini, semestinya kesempatan anak-anak bangsa dalam memasuki dunia bisnis tersebut makin terbuka lebar, dan bukan malah dihadapkan pada tantangan persaingan dengan para pengusaha asing melalui relaksasi DNI tersebut.

"Memang sih, di dalam bisnis semua yang online hari ini akhirnya perlu modal asing. Misalnya Gojek atau Grab, kan lama-lama mereka juga butuh modal. Dia perlu jualan margin 20 persen, capital rising dan lain sebagainya. Itu enggak ada masalah karena value added yang pertamanya itu yang disedot sama anak-anak bangsa kita," kata Rizal.

"Tapi kalau semua bisnis internet 100 persen buat asing, Indonesia ini nantinya akan rawan bidang ekonomi yang bagus-bagus banget," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya