Enam Alasan Harga BBM Tak Akan Naik

Ilustrasi distribusi BBM
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Pemerintah mengklarifikasi sejumlah rumor yang menyebutkan bahwa harga bahan bakar minyak akan dinaikkan seiring pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Rupiah Melemah Lagi ke Level Rp 15.932 per dolar AS

Secara umum, rumor atau hoax itu didasarkan pada desakan sejumlah pengamat atau ahli agar pemerintah menaikkan harga BBM menyusul pelemahan rupiah yang kemudian disusul kenaikan harga minyak dunia.

Kalau harga BBM tidak dinaikkan, menurut analisis beberapa pengamat itu, akan menyebabkan defisit perdagangan migas makin membesar dan memperberat tekanan pada rupiah. Sebab impor minyak Indonesia masih cukup besar, nilainya melonjak seiring melemahnya rupiah, berkontribusi signifikan pada defisit neraca berjalan.

Rupiah Melemah Dipicu Kekhawatiran Perang di Ukraina dan Timur Tengah

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, memaparkan perspektif berbeda. Neraca perdagangan migas, katanya, seharusnya tidak hanya dilihat dari sisi ekspor dan impor migas, tapi juga penerimaan negara secara langsung dari lifting migas dalam denominasi dolar.

Jonan, sebagaimana diungkapkan staf khususnya Hadi M Djuraid melalui akun Twitter-nya, @HadiMDjuraid, menyatakan bahwa kalau neraca perdagangan yang dihitung hanya ekspor migas dikurangi impor migas, memang defisit perdagangan migas kelihatan besar.

Rupiah Loyo Pagi Ini, Nyaris Tembus Rp16 Ribu per Dolar AS

Hadi membandingkan ekspor dan impor migas. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik, defisit neraca perdagangan migas Semester I 2018 mencapai 5,39 miliar dolar Amerika Serikat atau Rp78,84 triliun. Sementara menurut data Kementerian ESDM, pada Semester I 2018 penerimaan negara dari lifting migas mencapai 6,57 miliar dolar Amerika Serikat.

“Maka total penerimaan sektor migas mencapai 12,46 miliar dolar Amerika Serikat,” kata Hadi.

Sementara pada sisi impor minyak, produk minyak, serta LPG, sepanjang Semester I 2018 tercatat sebesar 12,74 miliar dolar Amerika Serikat. “Maka defisit neraca migas pada Semester I 2018 relatif kecil, 0,28 miliar dolar Amerika Serikat.”

Selain itu, Hadi menjelaskan, penerimaan negara dari migas pada Semester I 2018 sebesar 6,57 miliar dolar Amerika Serikat. Angka itu meningkat sebesar 1,89 miliar dolar Amerika Serikat atau Rp28,3 triliun dibanding pendapatan migas Semester I 2017 sebesar 4,68 miliar dolar Amerika Serikat.

“Kenaikan penerimaan negara sebesar 1,89 miliar dolar Amerika Serikat atau Rp28,3 triliun tersebut lebih dari cukup untuk menutup kebutuhan subsidi BBM sampai akhir 2018,” ujarnya.

Alasan lain untuk tidak menaikkan harga BBM, menurut Hadi, ialah jenis BBM yang disubsidi oleh pemerintah, yaitu solar (diesel) dan minyak tanah. “Premium adalah jenis bahan bakar khusus penugasan yang tidak disubsidi namun harganya ditentukan pemerintah,” katanya.

Pemerintah, katanya, telah memutuskan subsidi solar tahun 2018 naik dari Rp500 menjadi Rp2.000, atau ada tambahan subsidi Rp1.500. Tambahan ini untuk meringankan beban keuangan PT Pertamina.

Lagi pula, dia berpendapat, realisasi penyaluran solar pada Semester I 2018 sebesar 7,2 juta kiloliter. “Dengan tambahan subsidi Rp1.500, total kebutuhan subsidi menjadi Rp10,8 triliun, lebih kecil dibanding peningkatan penerimaan migas Semester I sebesar Rp28 triliun.”

Sementara itu, total kuota solar bersubsidi 2018 adalah sebesar 14.5 juta kiloliter. “Maka kenaikan pendapatan migas Semester I masih cukup untuk membiayai subsidi solar hingga akhir 2018. Belum lagi jika dihitung pendapatan migas Semester II.”

Peningkatan pendapatan sektor migas diprediksi masih akan terjadi pada Semester II 2018, yang menjadi alasan berikutnya untuk tidak menaikkan harga BBM. “Atas dasar itu tidak ada urgensi untuk menaikkan harga BBM. Menteri ESDM menegaskan tidak ada kenaikan harga BBM dalam waktu dekat,” ujarnya.

Di sisi lain, Hadi mengingatkan, daya beli masyarakat harus tetap dijaga agar jangan sampai merosot. Menaikkan harga BBM hanya akan memperburuk daya beli masyarakat.

Dalam rangka menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk mengendalikan impor dan memperkuat devisa, Kementerian ESDM telah menetapkan beberapa kebijakan strategis, yaitu penjadwalan ulang proyek ketenagalistrikan, penerapan perluasan mandatori B20, meningkatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), dan kebijakan hasil ekspor sumber daya alam untuk penguatan devisa nasional. 

Hadi mengutip pernyataan Menko Perekonomian Darmin Nasution bahwa dengan penerapan B20 di semua sektor devisa yang bisa dihemat hingga akhir tahun ini sekitar 2 miliar-3 miliar dolar Amerika Serikat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya