Aturan soal Kawasan Tanpa Rokok Diminta Tak Diskriminatif ke Konsumen
VIVA Bisnis – Rancangan peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) didorong untuk mengedepankan unsur independensi, partisipatif, keterbukaan, dan keberimbangan. Salah satunya yang diwacanakan di Jakarta saat ini.
Sebab, masyarakat khususnya konsumen produk olahan tembakau saat ini tengah merasa khawatir, dengan upaya perampungan senyap Ranperda KTR DKI Jakarta ini. Hal ini diharapkan tidak akan membuat konsumen produk tembakau kembali didiskriminasi dengan aturan tersebut.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono, mempertanyakan proses perjalanan pembuatan kebijakan dan substansi kebijakan KTR itu sendiri.
Menurutnya, DKI Jakarta saat ini sudah punya berbagai peraturan terkait larangan produk tembakau, penjualan produk tembakau, pajak rokok, sampai yang terbaru adalah Sergub DKI No 8 Tahun 2021.
"AMTI menyikapi perihal seluruh regulasi ini, karena implementasi masih banyak cacatnya. Ini yang perlu dievaluasi," kata Hananto dalam keterangannya, Rabu 27 Juli 2022.
Senada, Ketua Divisi Advokasi dan Pendidikan Konsumen dari Pakta Konsumen, Ary Fatanen mengatakan, konsumen produk hasil tembakau adalah objek yang disasar dalam Ranperda KTR DKI Jakarta ini. Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta sebagai inisiator Ranperda KTR ini, seakan menjadikan konsumen sebagai golongan warga yang tak perlu dilibatkan, dinomorduakan, dan dianggap sebagai objek yang perlu dihindari.
"Jangan sampai regulasi bagi ekosistem pertembakauan ini cacat proses hukum, tidak adil, dan tidak mengakomodir hak konsumen," kata Ary.
Dia menambahkan, selama ini sebenarnya konsumen produk hasil tembakau sudah dibebani banyak kewajiban. Mulai dari kewajiban cukai hasil tembakau, kewajiban menaati aturan terkait aktivitas, hingga proses dan akses mendapatkan produk.
Ary menyebut, setidaknya konsumen minimal berhak mendapatkan draft informasi, yang berisi poin-poin utama yang dibahas dalam Ranperda KTR ini.
"Pajak rokok menyumbang Rp339,63 miliar ke PAD DKI Jakarta di semester I-2022 ini. Nilainya lebih besar daripada pajak parkir sebesar Rp191,68 miliar. Karenanya, sumbangsih tembakau bagi PAD Jakarta cukup signifikan, sehingga keterlibatan konsumen wajib diikutsertakan dan diberi akses keterbukaan dalam penyusunan kebijakan Ranperda KTR tersebut," ujarnya.