DPR Tegaskan Tambang Rakyat Berizin Tak Boleh Asal Ditutup
- Capture tvOne
VIVA – Penutupan tambang rakyat yang memiliki izin resmi menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat. Terlebih lagi isu penggunaan bahan baku tidak sehat seperti merkuri, dimunculkan sebagai alasan untuk penutupan tersebut.
Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Satya Yudha mengatakan, tambang emas Poboya, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) contohnya. Tambang berizin resmi itu memiliki kekuatan hukum dan tidak bisa begitu saja ditutup karena ada dugaan yang belum terbukti.
Perusahaan tambang emas di daerah tersebut menurutnya, telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang pemberian izinnya sudah melalui berbagai tahapan analisa dan kajian.
“Tidak bisa ditutup (tambang Poboya). Yang berwenang menutup itu pusat,” dikutip Rabu, 17 Januari 2018 dari keterangan resminya.
Dia mengingatkan, berdasarkan Undang-undang (UU) Lingkungan Hidup pun, jika ada dugaan pelanggaran, tak lantas hal tersebut dapat dijadikan alasan menutup tambang. Sebab, terdapat beberapa mekanisme seperti pemberian sanksi yang harus dilakukan sesuai dengan aturan.
“Jadi tidak langsung ditutup. Ada urutannya. Kan Peraturan Gubernur (Pergub) yang menyatakan tak boleh ada merkuri. Nah, kan ada mekanisme Pergubnya juga, kenapa gak itu tidak dijalankan,” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, dulu memang merkuri diketahui digunakan di Poboya oleh penambang rakyat. Namun, kini ia meyakini merkuri sudah ditinggalkan karena sudah memiliki izin resmi.
Dia pun meminta, apabila masyarakat menemukan penggunaaan merkuri, mereka harus menyerahkan buktinya kepada aparat yang berwenang untuk kemudian diinvestigasi
Sebelumnya, hal serupa pernah diungkapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK Yun Insiani menegaskan, kini warga penambang menggantikan penggunaan merkuri dengan sianida.
“Mereka (para penambang rakyat) saat ini sudah menggunakan sianida. Kalau merkuri mereka sudah ditinggalkan,” ungkap Yun beberapa waktu lalu.
Khusus kasus Proboya, berdasarkan hasil pengambilan sampel sampel rambut saat KLHK melakukan observasi langsung ke area pertambangan sekitar Maret dan Agustus 2017 lalu. Memang ditemukan rambut penambang yang mengandung merkuri. Namun, itu merupakan dampak penggunaan merkuri di beberapa tahun sebelumnya.
“Efeknya kan akumulasi, makanya merkuri itu disebut bioakumulasi. Jadi mungkin sudah dua atau tiga tahun mereka sudah tidak pakai merkuri. Tetapi sebelumnya mereka pakai, sehingga itu bisa kita lihat di rambutnya,” jelasnya.
Karenanya, dapat dipastikan KLHK, warga setempat telah mendapatkan edukasi yang baik atas penggunaan sianida. Apalagi, pihaknya menginginkan para penambang bisa menggunakan sianida untuk proses pertambangan. Itu sebabnya,Tim KLHK akan mengawasi dan selalu mengedukasi sianida di penambangan emas.
Seperti diketahui, aktivitas penambangan di wilayah pegunungan Poboya terancam dihentikan secara permanen. Setelah adanya isu ditemukan merkuri yang berbahaya yang digunakan sebagai bahan baku produksi.