Ketatnya Memasuki Ruang Polisi Internet Indonesia
- VIVA.co.id/Lazuardhi Utama
VIVA – Jumat 29 Desember 2017, sekitar pukul 20.00 WIB, Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, mengadakan 'pesta kecil.'
Bukan pesta menyambut Tahun Baru 2018, melainkan mulai resminya beroperasi mesin sensor internet setelah diterima dari PT Inti (Persero), atau Industri Telekomunikasi Indonesia selaku pemenang tender.
Sejumlah wartawan berkesempatan menyambangi ruang kendali mesin sensor yang konsepnya digadang-gadang mirip Kantor Pusat Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) itu.
Bersama Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kominfo, Noor Iza, VIVA langsung menuju lantai delapan dengan menggunakan lift.
Usai pintu lift terbuka, VIVA bersama wartawan lainnya langsung dihadapkan pada tulisan 'Cyber Drone 9' yang terpampang dengan jelas.
Di lantai ini, di ruangan ini, Menkominfo Rudiantara bersama Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, sedang berada di Ruang Security Operations Center (SOC Room).
Tak hanya itu, pengamat teknologi informasi, Onno W Purbo, juga terlihat berbincang serius dengan kedua pejabat Kominfo tersebut di dalam ruangan steril itu.
Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Kominfo, Teguh Arifiyadi
Lepas alas kaki
Inilah 'dapur' dari segala aktivitas pemantauan dan pengendalian terhadap konten negatif seperti pornografi, judi, hoaks, investasi bodong, radikalisme dan persekusi. Tim yang terdiri dari 58 anggota ini bekerja tiga shift selama 24 jam.
"Orang luar tidak boleh masuk dan tidak boleh sembarangan foto, mas," kata Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Kominfo, Teguh Arifiyadi, kepada wartawan.
Wartawan lalu diajak masuk ke War Room, yaitu ruang rapat sekaligus untuk mengambil keputusan.
Nah, sebelum memasuki War Room, harus melepas alas kaki terlebih dahulu. "Alas kaki wajib dilepas," ungkap Noor Iza, memberitahu.
Menurut Teguh Arifiyadi, mesin pengais konten negatif (AIS) - begitulah kira-kira untuk mengganti istilah mesin sensor internet - ini di luar dari pengaduan masyarakat terhadap konten-konten negatif.
Ia mengatakan, selain situs, AIS juga dapat mencari akun-akun media sosial yang menyebarkan konten-konten negatif, sehingga pihaknya dapat melakukan upaya penanganan terhadap akun tersebut.
"Mesin nantinya akan mencari dan memilahkan situs-situs berkonten negatif. Hasil dari pencarian tersebut masih akan diverifikasi oleh verifikator untuk memastikan situs tersebut melanggar undang-undang. Tetap, eksekusi akhirnya manusia," papar Teguh.
Dengan AIS, ia melanjutkan maka secara waktu dan volume akan lebih cepat menangani konten negatif. Sebelum secara resmi diserahterimakan, Teguh melanjutkan, AIS telah diuji coba.
Hasilnya, kecepatan untuk mencari situs-situs porno dan judi jauh lebih cepat dari sebelumnya.
Semuel Abrijani Pangerapan menuturkan, selama tiga hari (Selasa-Kamis, 26-28 Desember 2017) AIS mampu mendeteksi sekitar 120 ribu situs porno, yang seluruhnya dari Indonesia.
Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, di Ruang Security Operations Center (SOC Room)
Februari 100 persen
"Dari 1,2 juta situs hasil yang 'di-crawling', bayangkan dalam beberapa tahun ini kami baru menapis 700 ribu lebih situs porno," jelasnya.
Berdasarkan uji coba dalam tiga hari itu, 120 ribu situs tersebut menjadi terduga situs porno yang nantinya akan diverifikasi lebih lanjut untuk kemudian dipastikan untuk diblokir.
Begitu pula dengan akun-akun yang menyebarkan konten-konten negatif di dunia siber. Sammy, sapaan akrab Semuel, AIS juga dapat digunakan oleh instansi-instansi lainnya yang membutuhkan penanganan konten negatif.
Instansi yang dimaksud antara lain Badan Nasional Penanggulangan Terorisme mencari konten teroris, Kementerian Pertahanan menelusuri media sosial radikalisme, dan Otoritas Jasa Keuangan untuk konten investasi bodong.
Lalu, BPOM mencari obat-obat yang tidak berizin serta BNN menelusuri asal-usul penjualan narkoba melalui internet. "Jadi bukan hanya Kominfo tapi bisa dikoordinasikan kementerian dan lembaga terkait," ujar Sammy.
Mengenai kesiapan, dalam sebulan ini, Kominfo terus melakukan pelatihan-pelatihan bagi sumber daya manusia untuk pengoperasian 'polisi' internet Indonesia tersebut. "Bulan Februari 2018 sudah 100 persen jalan," tegasnya.
Sebelumnya, Kemenkominfo telah bekerja sama dengan berbagai akun media sosial utama seperti Google, Facebook, Twitter, Line, WhatsApp, Telegram, BlackBerry Mesengger dan Bigo, dalam upaya penanganan terhadap konten negatif.