Non Tunai Ada di Mana-mana Sepanjang 2017
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA – Sepanjang tahun ini, berbagai kebijakan ekonomi diambil oleh sejumlah pemangku kepentingan di pemerintahan. Salah satunya adalah menerapkan kebijakan transaksi non tunai yang banyak menuai kritik, lantaran belum siapnya masyarakat dan adanya potensi pengurangan lapangan kerja di Indonesia.Â
Langkah non tunai yang kini sudah diterapkan di sejumlah tempat, salah satunya diklaim sebagai upaya mendorong efisiensi ekonomi dan memudahkan masyarakat bertransaksi sehari-hari. Selain itu, upaya tersebut juga mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang telah dicanangkan oleh Bank Indonesia pada 14 Agustus 2014 lalu.
Kebijakan yang syarat akan kritik tersebut terjadi pada transaksi non tunai di jalan tol, yang telah diterapkan sejak 31 Oktober 2017. Kebijakan ini pun mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo, dengan alasan dapat mengurangi antrean kendaraan di jalan tol dan menginginkan transaksi efektif yang terhubung langsung dengan perbankan.
Gerakan ini, kemudian didukung oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif.
Pembayaran jalan tol yang dilakukan dengan kartu elektronik tersebut kemudian diakui Bank Indonesia bisa ciptakan banyak efisiensi, khususnya pada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang bisa menggunakan dana yang terkumpul untuk melakukan investasi lebih cepat.
Terlebih, pada era non tunai sebelumnya dana yang telah terkumpul di gardu-gardu jalan tol tak langsung masuk ke kas BUJT, lantaran perlu dilakukan audit. Dan, hal itu memakan waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar enam bulan dan tak dapat langsung dimanfaatkan untuk investasi perbaikan jalan tol dan hal-hal lain guna peningkatan layanan.
Petugas saat menjajakan sejumlah kartu e-toll di depan gerbang tol.
Sementara itu, dengan menggunakan sistem elektronifikasi jalan tol, maka data bisa terlihat secara langsung di sistem, sehingga dana yang terkumpul kemudian bisa terlihat secara real time dan tentunya semakin cepat untuk bisa dimanfaatkan yaitu sekitar H+1 dari transaksi, dan segera bisa dimanfaatkan untuk investasi oleh BUJT.Â
Pentingnya penggunaan teknologi dalam menciptakan sejumlah efisiensi tersebut memang diakui Jasa Marga bisa berdampak pada pengurangan kesempatan kerja di industri jalan tol. Namun, kebijakan ini dipastikan oleh Jasa Marga tak akan mengurangi sejumlah karyawannya, sebab akan dialihkan pada pekerjaan lainnya.Â
Adapun empat tujuan dari GNNT tersebut, pertama adalah kepraktisan bertransaksi dan keamanan dalam membawa instrumen non tunai dibandingkan dengan uang tunai. Kedua, efisiensi biaya antara biaya produksi instrumen non tunai dengan biaya percetakan, peredaran, serta pengelolaan uang tunai.
Ketiga, pencatatan transaksi secara otomatis sehingga memudahkan dalam menghitung aktivitas ekonomi. Hal tersebut dapat mencegah underground economy yang umumnya dilakukan secara tunai. Dan, keempat, penggunaan alat pembayaran non tunai akan meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian.
Non Tunai mulai menyebar
Selain itu, penggunaan transaksi non tunai juga mulai tersebar dibanyak industri di Indonesia. Tidak hanya industri transportasi melain juga ke industri jasa kuliner, retribusi parkir hingga penyaluran bantuan sosial secara non tunai kepada sejumlah keluarga penerima.
Untuk industri jasa transportasi, kebijakan non tunai bahkan lebih dahulu diterapkan sebelum pencanangan GNNT dilakukan, yaitu sejak 2013, di mana PT Kereta Api Indonesia menerapkan sistem non tunai, atau e-ticketing pada KRL Jabodetabek.
Langkah tersebut, hingga saat ini dianggap paling sukses dilakukan di Indonesia, karena telah tersebar ke sejumlah tempat di Jabodetabek dan dimanfaakan oleh jutaan penumpang. PT KAI mengakui, memulai kebijakan ini dengan melakukan sterilisasi stasiun dan meningkatkan kapasitas angkut yang tidak mungkin dilayani secara manual.
Kebijakan ini diakui perseroan, telah membuat pemasukan yang diterima semakin meningkat, sebab pendataan menjadi lebih membantu dan sejumlah risiko seperti complain atas kurangnya sejumlah dana kembalian bisa segera diminimalisasi.
Wakil Direktur Utama Bidang Komunikasi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), Eva Chairunias mengungkapkan, jumlah rata-rata transaksi non tunai di KCI mencapai 970 ribu penumpang rata-rata perharinya. Di mana, 15 persen menggunakan uang elektronik dari perbankan, 45 persen dari kartu langganan dan 40 persen tiket harian berjamin.
Adapun KCI setiap harinya sudah bekerja sama dengan sejumlah perbankan nasional seperti BNI, Bank Mandiri, BRI dan BCA. Ke depan, KCI juga akan terus berupaya mendorong semua kartu elektronik dapat terkoneksi.