Kisruh RPM Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi

Ilustrasi menara telekomunikasi.
Sumber :
  • www.pixabay.com/blickpixel

VIVA – Rancangan Peraturan Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sedang digodok oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sayangnya, beberapa pasal dalam rancangan itu dianggap menyulitkan penyelenggara jasa internet di Indonesia untuk berkembang.

Hal ini diungkap Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Jamalul Izza. Menurutnya, ada beberapa hal yang membuat mereka tidak menyetujuinya, termasuk larangan ISP menggelar layanan di luar cakupan wilayahnya.

Dijelaskannya, dalam Pasal 31 ayat 3 disebutkan, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang menyelenggarakan Layanan Akses Internet (Internet Service Provider/ISP) dilarang menyelenggarakan Layanan Akses Internet (Internet Service Provider/ISP) di luar cakupan wilayah layanannya.

Selain itu keberatan APJII terdapat pada diwajibkannya perusahaan ISP ini  memiliki ketersambungan dengan NAP (Network Access Point/ jasa interkoneksi jaringan) terdekat di wilayahnya.

"Anggota APJII rata-rata memiliki lisensi dengan cakupan nasional dan memiliki minimum komitmen pembangunan di 5 kota dalam 5 tahun. Sebelum adanya rancangan PM Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, kami dapat dengan leluasa menggembangkan wilayah bisnis. Adanya RPM ini keleluasaan kami semakin dibatasi. Anggota APJII tak bisa melayani permintaan masyarakat di luar komitmen pembangunan yang telah dibuat sebelumnya," ujar Jamalul Izza, di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, aturan ini sangat bertentangan dengan pernyataan Presiden Jokowi yang meminta birokrasi tidak mempersulit dunia usaha. Aturan ini juga sekaligus bisa membuat penetrasi internet terhambat.

“Kita dituntut untuk dapat melayani seluruh kebutuhan masyarakat akan internet. Padahal, anggota APJII membantu program pemerintah dalam penetrasi internet yang telah berjalan dengan baik,” keluh Jamal.

Jamal menegaskan bahwa seluruh anggota APJII menolak RPM menggenai Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.

Analisis SMRC soal Peluang Pilkada Jakarta Satu atau Dua Putaran

Penolakan ini bukan tanpa alasan. Menurut Jamal jika Kominfo memaksakan aturan ini dijalankan maka akan membuat industri ISP di Indonesia semakin sulit. 

APJII juga berharap Kominfo mau mencabut pasal di RPM Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi tersebut yang berpotensi menggangu industri ISP di Indonesia.

Innalilahi Wa Ina Ilaihi Rojiun, Aktris Senior Rahayu Effendi Meninggal Dunia

Banyak kontra

Selain APJII, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, Muhammad Ridwan Effendi menyebut aturan ini cukup liberal.

IHSG Diprediksi Datar, Intip 5 Rekomendasi Saham dari Analis

Salah satunya adalah pemberian lisensi yang mdah bagi penyelenggara jasa telekomunikasi untuk menyelenggarakan layanan teleponi dasar, hanya melalui seleksi, tanpa evaluasi.

"Jasa teleponi dasar harus diatur. Jangan dibuat bebas. RPM ini juga  memungkinkan banyak operator telekomunikasi asing masuk dengan mudah karena ISP bisa memiliki layanan teleponi dasar tanpa harus membuat jaringan. Sehingga operator penyedia jaringan yang telah ada bisa dipaksa untuk menyewakan jaringannya kepada pengusaha penyedia jasa telekomunikasi," kata Ridwan.

Seharusnya, berdasarkan UU Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah yang ada, para penyelenggara jasa yang beroperasi di Indonesia harus memiliki jaringan, baru bisa melakukan penjualan jasa telekomunikasi.

Lagipula, kesalahan fatalnya, kata Ridwan, pemerintah membuat RPM tanpa mengubah UU Telekomunikasinya terlebih dahulu. Hal ini membuat RPM tersebut jadi bertentangan dengan UU yang memayunginya.

"Aturan ini membuka peluang Mobile Virtual Network Operator (MVNO). Artinya, penyelenggara asing juga bisa dengan mudah gelar layanan telekomunikasi tanpa harus membangun jaringan. Jika ingin agar regulasi yang ada mengikuti perkembangan dan evolusi di industri telekomunikasi seharusnya Kominfo melakukan revisi UU Telekomunikasi. Bukan membuat peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan UU," papar Ridwan.

Kabarnya, dengan adanya RPM Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi ini, akan diikuti dengan pencabutan 16 Peraturan Menkominfo eksisting.

Selain itu, kontra juga terus bergulir menyebut uji publik RPM ini terkesan disembunyikan dan waktu uji publiknya terbilang sangat singkat, mulai dari 8 hingga 12 Desember 2017.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya