Terganjal Dana, Cuma 11 Persen Pelaku Usaha Daftar di HaKI
- Istimewa
VIVA – Besarnya dana untuk mendaftarkan produk Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di Kementerian Hukum dan HAM, membuat para pelaku usaha enggan mendaftarkan merek dagang mereka menjadi hak paten.
Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), hanya 11 persen dari 15 juta pelaku ekonomi yang mendaftarkan produk mereka di HaKI. Hal itu dikarenakan untuk satu produk sendiri, memakan biaya sebesar Rp2 juta untuk didaftarkan dan menjadi hak paten.
Deputi Fasilitas HaKI dan Regulasi Bekraf Ari Juliano Gema mengatakan, beban biaya untuk pendaftaran hak cipta memang telah ditetapkan pemerintah. Sehingga sangat menyulitkan para pengusaha kecil.
"Jelas angka itu memberatkan untuk pelaku pengusaha ekonomi kecil. Karena biayanya sangat besar. Selain itu, prosesnya pun sulit dan memakan waktu. Jadi banyak yang tidak mau mendaftarkan," kata Ari, di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu 25 November 2017.
Minimnya produk yang tidak didaftarkan ke Haki, membuat para plagiat logo maupun merek dagang sering digunakan untuk membuat bisnis yang sama. Sehingga satu produk bisa Klaim para pelaku usaha lain.
"Karena bukan hak paten, memang sering digunakan tanpa izin. Pemilik merek yang pertama tidak bisa mengklaim, karena tidak mempunyai kekuatan hukum," ujarnya.
Untuk mempermudah para pelaku usaha, Bekraf membuka stand pendaftaran Haki, sehingga proses pendaftaran akan dibantu mulai dari pembiayaan dan administrasi di Kemenkum HAM.
"Pendaftaran merek sebenarnya itu tanggung jawab Kemenkum HAM. Kita (Bekraf) hanya memfasilitasi untuk administrasi dan biaya," kata dia.
Pertumbuhan ekonomi kreatif berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) meningkat Rp857 triliun pada 2014. Pada 2015 kembali meningkat menjadi Rp957 triliun. "Setiap tahun meningkat Rp100 triliun, ini sangat luar biasa," ujarnya.