Perlu Payung Hukum Perkuat Holding BUMN Tambang
- Antara/Wahyu Putro
VIVA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara akan mengholding tiga BUMN Tambang guna meningkatkan kapasitas usahanya. BUMN tersebut yaitu PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk dan PT Timah Tbk.
Rencananya holding BUMN Tambang tersebut akan disahkan dalam RUPSLB yang akan digelar bersamaan pada 29 November 2017 mendatang. Holding ini disebut juga bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan tambang milik negara.
Lalu seberapa penting holding BUMN Tambang ini diperlukan?
Pengamat Energi dan Pertambangan yang kini menjadi Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Nasdem, Kurtubi mengatakan secara prinsip upaya holding ini harus didukung guna memperkuat BUMN membentuk konsorsium.
Menurut dia, hal tersebut juga sangat penting untuk membuat seluruh BUMN di Indonesia memiliki kesamaan dalam mengelola kekayaan tambang nasional. Terlebih apa yang mereka kelola adalah 100 persen kekayaan miliki negara.
Namun, yang paling penting dari holding tersebut adalah perlunya payung hukum yang menyatakan bahwa kepemilikian oleh negara itu benar-benar diserahkan kepada perusahaan BUMN tersebut.
"Undang-undang minerba harus disempurnakan dengan menyebutkan cadangan mineral dan batu bara yang ada di perut bumi milik negara, dibukukan di perusahaan negara, dan dikelola oleh perusahaan negara," jelas Kurtubi dalam keterangannya, Sabtu 25 November 2017.
Ia mengungkapkan, upaya holding BUMN Tambang tersebut tidak cukup jika hanya menggabungkan saja di bawah PT Inalum (persero), tapi juga harus ada payung hukum agar kebijakan tersebut benar-benar memperkuat kinerja BUMN tersebut.
Sebelumnya, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan, dalam jangka pendek, holding tambang ini akan segera melakukan serangkaian aksi korporasi.
Di antaranya adalah pembangunan pabrik smelter grade Alumina di Mempawah Kalimantan Barat dengan kapasitas sampai dengan dua juta ton per tahun.
Lalu, ada pula pembangunan pabrik Ferro Nickel di Buli, Halmahera Timur berkapasitas 13.500 ton per tahun. Serta, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di lokasi pabrik hilirisasi bahan tambang sampai dengan 1.000 Mega Watt.
Bahkan, dalam jangka menengah, holding ini akan terus melakukan akuisisi saham perusahaan, seperti saham PT Freeport Indonesia yang akan dijual kepada pemerintah. Holding tambang juga akan melakukan eksplorasi wilayah penambangan, integrasi, dan hilirisasi produk pertambangan.