Dampak Larangan Pajang Rokok Makin Terasa, Peritel Protes

Ilustrasi rokok.
Sumber :
  • REUTERS/Thomas White

VIVA – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menolak adanya aturan daerah yang melarang memajang produk roko di toko-toko ritel modern. Aturan tersebut dikeluarkan oleh Pemda Bogor. 

Serikat Pekerja di Industri Rokok Sebut Siap Demo Tolak Wacana Kemasan Polos

Ketua Departemen Mini Market Aprindo Gunawan Indro Baskoro mengungkapkan, Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) membuat penjualan produk rokok di tempat mereka menurun hingga 30 persen. Perda tersebut juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Hal tersebut ditegaskannya pada saat audiensi bersama Walikota Bogor Bima Arya di Balaikota, Selasa, 21 November lalu. Ia menyebutkan penurunan omzet dialami sedikitnya 300 toko yang tergabung di Aprindo.

Revisi PP Tembakau Dianggap Ancam Pemasukan Industri Periklanan dan Kreatif

"Kalau iklan diatur kami paham, tapi kalau display (pemajangan produk rokok) ini aspek lain. Aspek penjualan yang langsung berpengaruh," kata Gunawan dikutip Kamis 23 November dari keterangan tertulisnya. 

Lebih lanjut dia mengatakan, Pemerintah Kota Bogor sebenarnya masih memperbolehkan toko ritel menjual rokok dengan hanya memajang tulisan 'di sini dijual rokok. Namun, tetap saja hal itu sangat memengaruhi antusiasme masyarakat pembeli rokok. Pengaruhnya semakin dirasakan pada beberapa bulan terakhir.

Bantu Industri Rokok Bertahan, Kemenperin Jamin dengan Cara Ini

Dia menjelaskan, aturan di PP 109/2012 yang bertentangan dengan Perda KTR Kota Bogor terdapat pada pasal 50 ayat 2. Dalam pasal itu  dijelaskan bahwa larangan menjual, mengiklankan dan mempromosikan produk tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan produk tembakau di lingkungan kawasan tanpa rokok.

Menanggapi hal tersebut Walikota Bogor Bima Arya dan para kepala dinas terkait yang hadir menganggap pasal tersebut janggal. Bima beralasan, dalam Pasal 1 nomor 11 peraturan yang sama dituliskan arti KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan produk tembakau.

"Pasal tersebut seperti bertentangan dengan penjelasannya sendiri tentang KTR. Saya tidak mengerti kenapa bisa seperti itu," kata Bima dalam pertemuan tersebut. 

Ia dan jajarannya mengaku baru mengetahui kejanggalan tersebut sehingga akan melakukan komunikasi lebih lanjut pada pemerintah pusat.

Namun Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Rubaeah memastikan larangan pemajangan produk rokok tetap berlaku tanpa terkecuali. Ia beranggapan Perda KTR yang ditetapkan 2009 lalu mengacu pada UU Kesehatan Nomor 36/2009. 

"Selama Perdana tidak dicabut atau direvisi larangannya tetap berlaku," tambahnya.

Lebih lanjut, Rubaeah menjelaskan Perda KTR Nomor 12/2009 saat ini dalam proses revisi. Ia menyebutkan sebanyak 40 butir usulan sedang dalam pengkajian pihak eksekutif dan legislatif untuk ditetapkan.

Menurut dia, revisi tersebut tidak untuk meringankan larangan dalam Perda melainkan untuk lebih menguatkan dan mengembangkan larangan peredaran dan konsumsi rokok.

Industri rokok.

Cukai Rokok 2025 Tidak Naik, Ekonom: Berdampak Positif ke Industri dan Penerimaan Negara

Keputusan pemerintah, untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025, mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Beri ruang bagi industri tembakau.

img_title
VIVA.co.id
3 Oktober 2024