Rheinald: Ini Keuntungan Gaet Asing untuk Kelola Aset Negara
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA – Pemerintah saat ini tengah menggodok rencana pelibatan pihak swasta dan BUMN dalam pengelolaan sejumlah infrastruktur transportasi. Bahkan, rencana itu dapat juga diberikan pada kerja sama pihak swasta dalam negeri maupun asing.
Pengamat Ekonomi Rheinald Kasali mengatakan, pelibatan pihak asing langsung dalam proyek pembangunan sejumlah bandara dan pelabuhan di Tanah Air sangat baik, tapi bukan berarti harus menjual bandara atau pelabuhan ke pihak asing.
Menurutnya, banyak alasan positif yang melatarbelakanginya rencana tersebut, antara lain adalah merupakan sinergi pemerintah dan swasta. Karena kerja sama yang dimaksud bukan hanya dengan asing tapi juga swasta kita.
"Dalam kerja sama bisnis, ini merupakan hal yang sangat biasa. Sederhana saja, asing bawa modal, SDM (Sumber Daya Manusia), dan teknologi. Nantinya akan terjadi transfer teknologi yang manfaatnya besar sekali," jelas Rheinald dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA, Senin 13 November 2017.
Terlebih lagi, lanjut Rheinald, saat ini banyak sekali proyek bandara dan pelabuhan yang dilihat dari kacamata bisnis sangat sexy (dianggap kompetitif untuk investasi).
Umpamanya, Bandara Soekarno-Hatta yang pertumbuhannya terus melesat, kini tengah bersiap melaksanakan kerja sama dengan sejumlah investor asing karena mereka tertarik dengan sejumlah peluang bisnis di Soekarno-Hatta.
"Kan Soekarno-Hatta akan diperluas, swasta banyak yang tertarik. Itu baru Soekarno-Hatta. Belum Kuala Namu yang memiliki koneksi ke kawasan KEK Sei Semangke, jalur tol baru Medan-Tebingtinggi, dan Pelabuhan Kuala Tanjung. Ini baru di lingkup AP 2, belum di BUMN lain," kata dia.
Untuk itu, dia sekali lagi ingin menepis anggapan atau isu negatif bahwa hal itu merupakan upaya pemerintah untuk menjual bandara atau pelabuhan ke pihak asing.
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, kerja sama yang direncanakan pemerintah diberikan pada swasta dalam negeri maupun asing, kurang tepat bila dikatakan sebagai penjualan aset negara.
Sebab upaya yang dilakukan pemerintah adalah melakukan kerja sama dengan mengajak dan melimpahkan pengelolaan aset dengan tujuan agar ada peningkatan pelayanan, daya saing ekonomi dan partisipasi modal.
Ia menuturkan, kerja sama pengelolaan ini menggunakan skema pemanfaatan barang milik negara (aset) dan kerja sama operasional dalam jangka waktu tertentu, sehingga tidak ada penjualan aset atau pengalihan aset negara dalam kerja sama tersebut. Dalam hal ini semua aset tetap dikuasai negara.
Untuk skema kerja sama infrastruktur dengan swasta asing dari perspektif aturan perundangan yang berlaku di Indonesia diperbolehkan sepanjang joint venture dengan perusahaan nasional.
Komposisi saham maksimal 51:49 yaitu untuk perusahaan nasional minimal 51 persen dan asing maksimal 49 persen dengan scope kerja sama penyediaan infrastruktur pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian oleh perusahaan joint venture.
"Hal lainnya yang harus digarisbawahi adalah pada akhir masa perjanjian/konsesi, asset menjadi milik Indonesia. Ini tercantum dalam aturan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 78 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara," jelasnya.
Adapun Tujuan dari kerja sama ini, kata Budi, tidak lain untuk mengembangkan dan meningkatkan fasilitas yang ada di pelabuhan, bandara, bahkan kereta api sehingga kemampuan dan kapasitas moda transportasi itu dapat meningkat dan memberi dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun nasional.
Dari sektor transportasi, sambung dia, pihaknya mengharapkan paling tidak APBN yang bisa diefisienkan kurang lebih Rp500 miliar sampai dengan Rp1 triliun, ini dari sekitar 30-an pelabuhan dan bandara.
"Jadi sekali lagi kami tegaskan tidak ada penjualan aset atau pengalihan aset negara. Semua aset tetap dikuasai negara. Ini adalah sebuah bentuk kerja sama pengelolaan menggunakan skema pemanfaatan barang milik negara dan kerja sama operasional dalam jangka waktu tertentu," tegasnya.