BPR Tegaskan Digitalisasi Perbankan Suatu Keharusan

Ilustrasi dana darurat.
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside

VIVA – Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) Indonesia, Joko Suyanto, menegaskan bahwa BPR dan BPR Syariah merupakan industri yang tangguh dalam menghadapi gelombang apa pun. Karena itu, adaptasi dan inovasi di era digital saat ini akan dilakukan. 

Siap-siap, OJK Bakal Cabut Lagi Izin BPR Bermasalah Sampai Akhir 2024

Hal itu ditegaskan Joko Suyanto dalam sambutannya di Pembukaan Rakernas Perbarindo 2017 yang bertemakan 'Peluang dan Tantangan Industri BPR-BPRS sebagai Pilar Ekonomi Daerah di Era Transformasi Bisnis Digital' di Kupang, Nusa Tenggara Timur, hari ini. 

"Bagi Perbankan, digitalisasi bukanlah sebuah pilihan tetapi menjadi keharusan dan kewajiban," tutur Joko dikutip dari keterangan resminya, Selasa 24 Oktober 2017. 

OJK Resmi Larang BPR Dimiliki Kepala Daerah, Ini Alasannya

Industri BPR-BPRS di seluruh Indonesia, menurut dia, memiliki semangat yang sama untuk mengubah anggapan klasik bahwa BPR-BPRS adalah industri yang kaku karena terbentur sistem serta regulasi yang ketat. Transformasi digital dianggap sebagai cara baru berbisnis karena potensinya untuk menghemat biaya. 

"Transformasi ini juga bukan hanya mendigitalisasi produk yang sudah ada, tapi mengubah pola pikir dan solusi menjadi digital sesuai perilaku serta kebutuhan masyarakat," ujarnya. Untuk itu, beberapa perbankan di Indonesia mengampanyekan, bahkan menginvestasikan untuk melakukan transformasi layanan digital. 

OJK Cabut 15 Izin Usaha BPR-BPRS Sepanjang 2024

Menurut dia, industri BPR hingga Juli 2017 menunjukkan kinerja yang positif. Aset Industri BPR mencapai Rp118 triliun atau tumbuh 10,77 persen dibandingkan posisi yang sama tahun lalu. Kredit yang disalurkan mencapai Rp87 triliun atau tumbuh 10,13 persen. 

Fungsi intermediasi, kata dia, juga dapat dijalankan dengan baik. Hal ini terlihat dari tabungan yang tumbuh sebesar 13,33 persen dan deposito naik 10,30 persen dibanding setahun lalu. Selain itu, jumlah nasabah yang dilayani mencapai 14,5 juta rekening.

Nasabah tersebut didominasi oleh penabung sebanyak 10,5 juta rekening dan rata-rata jumlah tabungannya sebesar Rp2 juta. 

Sementara itu, nasabah debitur tercatat sebanyak 3,2 juta rekening dan rata-rata pinjamannya adalah Rp27 juta. Hal ini tentunya mencerminkan industri BPR-BPRS fokus melayani masyarakat kecil dan pelaku UMKM di seluruh wilayah Indonesia.

Rakernas Perbarindo berlangsung selama dua hari hingga Rabu 25 Oktober 2017. Selain para anggota, acara ini pun dihadiri oleh Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Zudan Arif Fakrulloh, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dan Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya.

Di hari yang sama, Museum Rekor Indonesia (MURI) memberikan penghargaan kepada Perbarindo sebagai lembaga keuangan terbanyak melakukan perjanjian kerja sama mengenai pemanfaatan kependudukan dengan Ditjen Dukcapil. 

Beberapa komitmen kerja sama Perbarindo dengan instansi lainnya pun ditandatangani hari ini. Antara lain dengan Bank Mandiri, Ditjen Dukcapil, Askrindo, Kementerian Pariwisata, dan Asosiasi Fintech.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya