Kenaikan Cukai Rokok Harus Pertimbangkan Efek Domino
- ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
eVIVA.co.id – Rencana pemerintah menaikkan tarif cukai rokok secara eksesif pada 2018, dinilai akan berdampak domino. Khususnya, terhadap industri rokok dan pendapatan negara.
Karena itu, Ketua Umum Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (ATMI) Budidoyo menyatakan, hendaknya kebijakan cukai harus rasional, dengan mempertimbangkan kelangsungan bisnis industri hasil tembakau.
Rencana kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 8,9 persen di 2018, dinilai tidak rasional.
"Kami sangat menolak kenaikan cukai yang eksesif, mengingat industri tembakau merupakan industri padat karya yang melibatkan jutaan orang dari hulu hingga hilir, di samping juga sebagai sumber utama penerimaan cukai negara," ujar Budidiyo dikutip dari keterangan resminya, Senin 16 Oktober 2017.
Kenaikan cukai sambung dia, harus mempertimbangkan kemampuan industri. Di mana, saat ini industri terus turun volumenya dalam empat tahun terakhir.
Berdasarkan data ATMI pada 2016, produksi rokok mencapai 342 miliar batang, turun dari 348 miliar batang di 2015. Sementara itu, tahun ini per Juli 2017, volumenya tercatat sudah turun delapan miliar batang dibanding tahun lalu.
Menurutnya, industri rokok jangan terus menerus dibebani dengan kenaikan cukai yang terlalu tinggi seperti yang terjadi di 2016, yang mencapai 15 persen dan 10.5 persen di 2017. Saat ini, beban pajak sudah mencapai 60 persen harga rokok, termasuk pajak rokok dan PPN Hasil Tembakau.
Senada dengan Budidoyo, Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret-Kretek Indonesia (MPSI), Djoko Wahyudi mengatakan, kenaikan tarif cukai rokok bisa membuat harga rokok terus naik. Kenaikannya, minimal lima persen dari harga saat ini.
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto menegaskan, kenaikan tarif cukai yang eksesif dipastikan akan mempercepat kematian industri hasil tembakau. Hal ini, tentu akan memengaruhi penghidupan ratusan ribu buruh pekerja di pabrik rokok dan pelaku ritel pasar.
"Kami meminta pemerintah, dalam menentukan tingkat cukai untuk mempertimbangkan masalah ketenagakerjaan, khususnya nasib buruh rokok," ujar Sudarto.
Menurutnya, wacana pemerintah menaikkan tarif cukai sebesar 8,9 persen akan makin membebani produsen rokok. Karena, secara otomatis akan terjadi penurunan produksi dan pasar, yang akan berimbas kepada kesejahteraan buruh.
“Jika kenaikan tarif cukai rokok terlalu tinggi seperti tahun ini, penjualan semakin sulit dan otomatis pabrik akan mengurangi jumlah pekerjanya." tambahnya.
Baca juga: Bea Cukai Janji Struktur Cukai Rokok 2018 Lebih Fleksibel