Janggal, Ditjen Pajak Enggan Sebut Pemilik Dana di StanChart
- REUTERS/Bobby Yip/Files
VIVA.co.id – Keengganan Direktorat Jenderal Pajak membeberkan puluhan nama nasabah berkewarganegaraan Indonesia yang menyetor dana dari Standard Chartered Bank Guernsey, Inggris ke Singapura pada 2015 senilai US$1,4 miliar atau setara Rp18,9 triliun mendapat kritik tajam.
Keputusan untuk tidak membeberkan nama-nama para pemilik dana jumbo tersebut, dianggap melanggar ketentuan yang tercantum dalam pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan pasal 21 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengampunan Pajak.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menilai, ketentuan yang dilarang dalam pasal 34 UU KUP dan pasal 21 UU Pengampunan Pajak, seluruh fiskus pajak memang tidak diperbolehkan membocorkan data atau informasi yang berasal dari wajib pajak. Namun, ada beberapa hal yang tidak mencakup ketentuan tersebut.
“Maka merilis nama-nama, termasuk kondisi kepatuhannya, ber-NPWP atau belum, menyampaikan SPT atau belum, ikut tax amnesty atau tidak, jelas bukan termasuk cakupan kerahasiaan di pasal ini,” kata Prastowo, dalam keterangannya, Jakarta, Kamis 12 Oktober 2017.
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dalam konferensi pers, Senin 9 Oktober 2017 lalu tercatat hanya mengungkap jumlah pemilik dana yang mencapai 81 orang, dimana 62 di antaranya telah berpartisipasi dalam program pengampunan pajak.
Mantan Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Perpajakan itu pun menegaskan, aliran dana tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan aparat penegak hukum Indonesia seperti militer, seperti yang dikhawatirkan oleh staf Standard Chartered Bank.
Ken menyebut, mayoritas dari 81 nama pemilik dana merupakan wajib pajak orang pribadi. Alasan-alasan pemilik dana memindahkan dananya ke Singapura, salah satunya adalah karena ingin berpartisipasi dalam program pengampunan pajak pemerintah.
Meski demikian, ketika disinggung mengenai nama-nama para pemilik dana, Ken enggan merinci siapa saja pemilik dana tersebut, karena akan melanggar pasal 34 UU KUP dan pasal 21 UU Pengampunan Pajak.
“Pasal 34 UU KUP dan Pasal 21 UU TA jangan dipakai alat berlindung untuk tidak mengungkap terduga pemilik dana di Guernsey,” ujar Prastowo.