Mesin Sensor Internet Kominfo Bukan untuk Memata-matai
- www.pixabay.com/jeferrb
VIVA.co.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika menggelar lelang pengadaan Belanja Modal Peralatan dan Mesin Pengadaan Sistem Monitoring dan Perangkat Pengendali Situs Internet Bermuatan Negatif atau mesin sensor internet. Lelang mesin sensor internet ini dibuka pada 30 Agustus 2017 dan penandatanganan kontrak diperkirakan selesai pada 12 Oktober 2017.
Sampai saat ini, sudah keluar pemenang lelang jasa konsultasi mesin sensor internet yaitu PT Iman Teknologi Informasi yang berlokasi di Ruko Jatiwaringin Junction Blok I Jl. Raya Jatiwaringin No.24, Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Peserta lelang jasa konsultasi mesin sensor internet ini mencapai 46 perusahaan.
Tugas pemenang lelang jasa konsultasi ini memberi masukan tentang sistem filtering secara keseluruhan termasuk pemilihan mesin.
Dalam situs resmi LPSE Kominfo menuliskan, hasil lelang nilai pagu anggaran untuk jasa konsultasi mesin sensor internet ini Rp10.580.000.000, sedangkan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) hasil pemenang lelang yakni RpRp 8.205.100.000.
Sementara untuk nilai pagu anggaran untuk lelang mesin sensor internet yaitu Rp 211.872.500.000, nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) hasil pemenang lelang tertera Rp211.870.060.792.
Lelang mesin sensor internet ini sebelumnya menuai perhatian dari publik. Selain soal pagu lelang, sistem mesin sensor yang disebut-sebut menjalankan deep packet inspection (DPI) membuat beberapa kalangan khawatir. Sistem DPI dikhawatirkan akan memata-matai informasi pengguna di internet, sebab DPI bisa dipakai untuk penambangan data, penyensoran dan penyadapan.
Dirjen Aplikasi dan Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan membantah informasi tersebut.
"Informasinya salah (soal DPI). Ini (mesin sensor internet) pengembangan dari Trust +," ujarnya kepada VIVA.co.id, Minggu malam 1 Oktober 2017.
Sistem Trust + menerapkan mekanisme kerja adanya server pusat yang akan menjadi acuan dan rujukan kepada seluruh layanan akses informasi publik (fasilitas bersama), serta menerima informasi-informasi dari fasilitas akses informasi publik untuk menjadi alat analisis dan pemprofilan penggunaan internet di Indonesia.
Dia berharap dengan adanya mesin sensor internet itu, publik bisa lebih bijak dalam mengakses dan mengonsumsi konten di internet. “Kan itu buat masyarakat supaya lebih hati-hati terhadap hoaks,” ujarnya.
Untuk sistem mesin sensor internet ini, mantan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) itu enggan menjelaskan secara detail. Dalihnya, sistem mesin sensor itu akan dijelaskan secara resmi kementerian dalam konferensi pers.
Dia menegaskan, pengadaan mesin sensor internet untuk menjalankan amanat Pasal 40 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal tersebut mengamanatkan pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten negatif di internet. "Kami hanya menjalankan amanat hukum," katanya.
Pria yang akrab disapa Semmy itu menuturkan, mesin sensor internet ini dihadirkan sebagai solusi maraknya konten negatif di internet. Dia mengatakan, banyak konten yang melanggar perundang-undangan bertebaran di internet, misalnya konten pornografi. Sejauh ini, kata dia, Kominfo sukses memblokir 700 ribu lebih website yang mengandung pornografi.
"Saat ini ditengarai ada 28-30 juta (website pornografi). Obat-obat yang harus berizin, narkoba, terorisme, radikalisme, perjudian dan lain-lain."
Dalam pelaporan konten negatif, menurut Semmy, Kominfo salah satunya tetap mengandalkan laporan dari masyarakat seperti yang selama pelaporan kasus pelanggaran UU ITE yang berasal dari masyarakat. Untuk penapisan konten, Kominfo masih menggunakan metode blacklist. Selain itu, Kominfo sedang mengembangkan dengan metode whitelist. (mus)