Gairahkan Daya Beli Tak Cukup dengan Pelonggaran Moneter
- Bimo Fundrika / VIVA.co.id
VIVA.co.id – Pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia dianggap sudah cukup untuk memberikan pengaruh terhadap tingkat konsumsi masyarakat. Namun, untuk kembali menggeliatkan daya beli, pelonggaran tersebut diharapkan mampu diharmonisasikan dengan kebijakan fiskal pemerintah.
Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, menilai, tingkat konsumsi rumah tangga khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah saat ini dalam kondisi tertekan. Ekspansi fiskal yang selama ini diharapkan mampu membantu mengerek pendapatan masyarakat, pun belum terbukti cemerlang.
“Saya khawatir ini masalah struktural. Karena meskipun upah nominal naik, tapi upah riil sudah mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir walaupun inflasi kita terjaga. Upah riil untuk kelompok petani itu sekarang minus,” kata Lana saat berbincang dengan VIVA.co.id, Jakarta, Rabu 27 September 2017.
Masalah ini semakin diperparah dengan keputusan pemerintah mencabut subsidi listrik untuk golongan 900 volt ampere. Menurut Lana, keputusan tersebut membuat sebagian masyarakat kelas menengah ke bawah, harus memprioritaskan kebutuhan di tengah pendapatan yang relatif terbatas.
Belum lagi, lanjutnya, dengan program keluarga harapan yang dianggap belum menciptakan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan. Sebab, penerima manfaat program tersebut hanya bisa menggunakan insentif yang diberikan pemerintah kepada toko-toko tertentu.
“Kalau sistemnya tunai seperti dulu, orang bisa menggunakan bantuan tersebut di warung-warung, sehingga bisa menciptakan multiplier. Rantai ekonominya jadi bisa lebih panjang,” ujarnya.
Bauran kebijakan fiskal, pun diharapkan mampu diarahkan kepada sektor-sektor yang mampu menyerap tenaga kerja, sehingga bisa meningkatkan pendapatan masyarakat. Meskipun pemerintah gencar membangun infrastruktur, namun hal itu belum cukup untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
“Sekarang kita bangun infrastrukur itu seperti lego, tinggal pasang saja sehingga tenaga kerjanya sedikit. Nah, kalau untuk proyek-proyek seperti perbaikan jalan, ngecat trotoar, itu bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak,” kata Lana.