Biaya Top Up Dibatasi Agar Untung Lembaga Keuangan Terukur

Ilustrasi e-Money.
Sumber :
  • Raden Jihad Akbar/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Biaya isi ulang atau top up uang elektronik lintas batas maupun lintas jaringan yang bisa mencapai Rp6.500 per pengisian, membuat Bank Indonesia menerbitkan aturan yang mengatur secara komprehensif skema harga uang elektronik untuk setiap top up.

Viral Bayar Tol Hingga Rp789 Ribu, Padahal Cuma Melakukan Ini

Meski demikian, tak sedikit yang menganggap kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/10/PDAG/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional itu justru bertentangan dengan Gerakan Nasional Non Tunai. Bahkan, kebijakan ini disebut hanya menjadi disinsentif bagi masyarakat.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso tak memungkiri, biaya suatu produk keuangan memang ditentukan oleh industri keuangan itu sendiri. Meski demikian, jika bank ingin mengenakan biaya, maka hal itu harus sesuai dengan nilai yang wajar.

Panduan Lengkap Daftar QRIS Melalui Doku, Pionir Payment Gateway di Indonesia

“Kalau bank itu kan cari profit, cuma harus terukur. Makanya dia kalau ngasih fee, tidak boleh sembarangan. Harus terukur,” kata Wimboh.

Menurut Wimboh, bank yang mengenakan biaya pengisian ulang uang elektronik pun harus menerima konsekuensi, apabila ada bank penerbit uang elektronik lainnya memutuskan untuk tidak mengenakan biaya. Bukan tidak mungkin, hal ini akan memberikan kerugian tersendiri.

Kelakuan Pengguna Fortuner Ini Bikin Tepok Jidad saat Keluar Parkiran

“Kalau ada bank yang tidak ngasih (biaya e-Money), bank yang ngasih fee pasti tidak laku. Biar pasar saja, untuk menciptakan kompetisi yang adil,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memahami, apabila biaya top up uang elektronik di pasaran berada di atas nilai yang tidak mencerminkan kewajaran, maka regulator wajib untuk memberikan batasan. Namun, aturan yang diterbitkan pun harus menjadikan transaksi lebih efisien.

“Kalau market gagal melahirkan tarif yang efisien, boleh pemerintah atau BI mengatur. Tapi aturannya harus jadi efisien. Kalau tidak, tidak usah,” kata Darmin, Jakarta, Jumat 22 September 2017.

Menurut Darmin, selama biaya top up uang elektronik lintas batas maupun lintas jaringan masih efisien, maka regulator pun tidak perlu untuk mengatur skema harga yang sudah ada. Namun, jika harga berada di luar batas wajar, maka ini menjadi peranan regulator untuk mengatur.

“Selama market berjalan efisien, biarkan saja market tidak usah ikut ngatur. Tapi kalau tidak efisien, baru diatur,” katanya. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya