Diduga Suap Polisi Indonesia, Uber Irit Bicara
- REUTERS/Neil Hall
VIVA.co.id – Otoritas Amerika Serikat, sedang menyelidiki dugaan suap beberapa kantor operasi Uber di berbagai wilayah di Asia, termasuk Indonesia.Â
Untuk kasus di Indonesia, staf perwakilan Uber diduga menyuap polisi Indonesia, terkait kantor mereka di Jakarta, yang lokasinya seharusnya tidak diperbolehkan untuk membuka usaha. Namun, dengan memberikan pelicin kepada polisi Indonesia, Uber bisa mulus berkantor di lokasi tersebut.Â
Dikutip dari Reuters, Jumat 22 September 2017, atas dugaan penyuapan Uber di beberapa lokasi tersebut, Uber menimbang untuk meninjau operasinya di wilayah Asia.Â
Pada Agustus lalu, Uber bekerja sama dengan penyelidikan awal yang dipimpin Departemen Kehakiman AS, berusaha membongkar praktik manajer Uber. Apakah dalam operasinya, manajemen Uber melanggar undang-undang anti penyuapan 1977, atau Foreign Corrupt Practices Act (FCPA). Aturan ini melarang perusahaan AS dan entitas lainnya menyuap pejabat pemerintah asing untuk memuluskan bisnis mereka.
Sebagian besar penyelidikan ini ditangani oleh firma hukum terkenal O'Melveny & Myers.Â
Firma tersebut mewakili Uber dalam penyelidikan di internal perusahaan. Temuan firma itu, nantinya akan dilaporkan ke Departemen Kehakiman yang nantinya akan memutuskan mendenda, atau tidak kepada Uber.
Investigasi ini diperkirakan berlangsung lama, setahun. Sementara itu, dampak investigasi ini bisa dibilang besar. Sebab, jika nantinya ditemukan masalah sistemik, otoritas dapat mengarahkan pada biaya kepatuhan (compliance cost) kepada Uber dan menimbulkan bola salju hukum.
Uber Indonesia, saat dikonfirmasi kabar tersebut masih irit bicara. Mereka tidak membenarkan, atau membantah kabar tersebut.Â
"Untuk saat ini, pihak Uber tidak dapat memberikan pernyataan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut," balas Uber Indonesia dalam emailnya kepada VIVA.co.id.Â
Reuters menuliskan, untuk menghadapi isu ini, kemungkinan Uber mengeluarkan uang yang banyak untuk membayar sewa firma hukum O'Melveny & Myers.Â
Sebagai perbandingan, menurut profesor hukum Southern Illinois University, Amerika Serikat, jaringan department store Wal-Mart Stores Inc yang menyewa firma tersebut dalam perkara investigasi FCPA, telah menghabiskan setidaknya US$865 juta, atau Rp11,5 triliun. Biaya tersebut termasuk pengeluaran biaya kepatuhan selama lima setengah tahun terakhir.Â
Dalam kasus yang sudah terjadi, perusahaan yang terbelit investigasi FCPA seringkali menandatangani perjanjian dan membayar denda kepada Departemen Kehakiman, Komisi Sekuritas, Bursa Efek AS, sebagai konsekuensi penyelidikan tersebut. (asp)