Instrumen Investasi Syariah yang Aman Bagi Muslim

Ilustrasi keuangan syariah
Sumber :
  • Halomoney

VIVA.co.id – Investasi merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan oleh agama Islam. Alasannya, dengan berinvestasi harta kekayaan yang kita miliki jadi lebih produktif dan bermanfaat bagi orang lain.

Contoh sederhananya, Anda memiliki uang yang disimpan dalam brankas senilai Rp100 juta, ketika uang tersebut disuntikkan pada pemilik usaha garmen skala rumahan, maka pemilik bisa memperbesar skala usaha dengan menambah mesin jahit.

Praktis, jumlah pekerja pun bertambah karena adanya tambahan mesin tersebut. Sehingga, uang Rp100 juta yang tadinya hanya mengendap di dalam brankas bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain.

Sementara itu, bagi pemiliki uang tersebut tentu akan mendapatkan keuntungan berupa bagi hasil dari keuntungan usaha. Selain pada sektor riil, berinvestasi juga bisa dilakukan di pasar keuangan.

Namun, ingat produk investasi yang dipilih sebaiknya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Anda tidak mau kan menanamkan uang pada sebuah produk yang ternyata tidak halal.

Nah, bagi Anda yang takut melanggar perintah agama, namun ingin berinvestasi di pasar keuangan, berikut instrumen investasi syariah yang disarankan, seperti dikutip dari CekAja.com, Selasa 19 September 2017.

1. Sukuk

Di pasar modal Indonesia kita mengenal tiga jenis obligasi yang dijual belikan, yakni corporate bonds, government bonds, dan retail bonds. Sukuk sendiri masuk dalam kategori ritail bonds yang merupakan obligasi milik swasta atau pemerintah yang diperjualbelikan dalam satuan nominal kecil.

Ekonomi Syariah Jadi Target Penting Untuk Indonesia Emas di 2045

Istilah Sukuk sendiri berasal dari bahasa Arab yang artinya sertifikat. Namun, berbeda dengan obligasi konvensional, Sukuk menggunakan konsep sesuai prinsip syariah seperti bagi hasil, penggunaan dana bukan untuk kegiatan yang bertentangan dengan prinsip syariah, transaksi pendukung berupa aset yang jadi dasar penerbitan Sukuk dan adanya akad yang disusun berdasarkan prinsip syariah. Sukuk juga harus terbebas dari aktivitas ekonomi yang dilarang Islam.

2. Reksadana Syariah

Berkontribusi ke Perkembangan Ekonomi, BI Raih Penghargaan Best Central Bank of The Year

Orang yang ingin berinvestasi di pasar modal namun memiliki keahlian dan modal terbatas biasanya memilih reksadana. Selain cocok untuk investor kelas ritel (cukup dengan uang Rp100 ribu bisa mulai berinvestasi), reksadana juga dikelola oleh profesional yang ahli di bidangnya.

Lantas, apa bedanya reksadana syariah dengan reksadana konvensional?

OJK Dorong Pengembangan Keuangan Syariah Melalui Generasi Muda

Pada reksadana syariah, dana dikelola sesuai prinsip syariah dan portofolio diarahkan pada kegiatan yang sesuai dengan prinsip syariah seperti saham syariah, sukuk, dan lain sebagainya.

Perbedaan lainnya, reksadana syariah memiliki dewan pengawas syariah yang memastikan semua hal terlaksana. Seperti halnya produk konvensionalnya, reksadana syariah juga memiliki banyak jenis seperti reksadana syariah saham, reksadana syariah campuran, reksadana syariah terproteksi, reksadana syariah indeks, Exchange Traded Fund (ETF) Syariah, Reksa Dana Syariah berbentuk KIK Penyertaan Terbatas, Reksa Dana Syariah Berbasis Efek Syariah Luar Negeri, dan Reksa Dana Syariah Berbasis Sukuk.

3. Saham syariah

Banyak orang awam menduga saham merupakan instrumen investasi yang tidak halal. Padahal, saham justru masuk dalam kategori musyarakah/syirkah yang merupakan penyertaan modal dengan hak bagi hasil usaha. Alhasil saham tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Namun, tidak semua saham merupakan instrumen yang tak bertentangan dengan prinsip syariah. Untuk dapat dikategorikan sebagai saham syariah, syaratnya adalah:

- Perusahaan menyatakan kegiatan usaha dalam anggaran dasar dijalankan dengan prinsip syariah.
- Sesuai dengan peraturan terkait penerbitan dan persyaratan efek syariah berupa saham oleh emiten syariah, atau perusahaan publik syariah.
- Mendaftarkan diri sebagai efek syariah.
- Masuk dalam daftar efek syariah yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya