Cukai Rokok Naik pada 2018, Pedagang Eceran Menjerit
- ANTARA FOTO/Yusran Uccang
VIVA.co.id – Formulasi kenaikan tarif cukai tembakau di kisaran 8,9 persen dianggap memberatkan pelaku industri tembakau. Estimasi yang direncanakan untuk dikenakan pada tahun anggaran 2018 itu, disebut justru hanya merugikan pendapatan para pedagang eceran.
“Kalau harga naik di tengah daya beli konsumen yang melemah, maka omzet berkurang,” kata Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Sjukrianto melalui keterangan resmi, di Jakarta, Kamis 7 September 2017.
Menurut Sjukri, saat ini terdapat setidaknya enam juta orang yang berada dalam putaran industri hasil tembakau nasional, di antaranya termasuk para pedagang dan pengecer rokok. Dalam menentukan kebijakan tersebut, pemerintah pun diharapkan tetap memperhatikan kondisi industri.
Ketua Paguyuban Pedagang Eceran Mataram, Saleh Taswin mengaku, kondisi saat ini cukup sulit bagi pedagang eceran untuk meningkatkan penjualan. Di daerah tersebut sejak tahun lalu, telah terjadi penurunan penjualan antara 15-25 persen.
"Dengan ini, kerugian tidak hanya dirasakan pemerintah, tapi juga kami pedagang eceran yang menjual rokok legal," katanya.
Sebagai informasi, kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) eksesif sebesar 15 persen secara rata-rata tertimbang pada 2016, menyebabkan realisasi penerimaan CHT menyentuh titik terendah, yaitu sekitar 97 persen dari target. Padahal, sebelumnya, realisasi penerimaan cukai rokok selalu melampaui target.
Pada 2017, tarif cukai rokok dipatok pemerintah di angka 10,5 persen secara rata-rata tertimbang. Hal itu pun telah menyebabkan volume produksi rokok pada semester pertama anjlok sebesar enam persen
Sementara itu, tahun depan, pemerintah mematok target penerimaan cukai rokok senilai Rp148,2 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018. Angka itu melonjak 4,8 persen dibandingkan dengan target penerimaan cukai hasil tembakau pada APBN-P 2017 berdasarkan penghitungan basis penerimaan 11,5 bulan.