Indonesia Masih Ketergantungan Bahan Baku Farmasi Impor
- ANTARA/Andika Wahyu
VIVA.co.id – Industri Farmasi di Indonesia telah tumbuh pesat dan mampu menyediakan 70 persen dari kebutuhan dalam negeri. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto.
Hal itu, katanya terbukti dari nilai pasar produk farmasi di Indonesia yang mencapai US$ 4,7 miliar atau setara dengan 27 persen dari total pasar farmasi di ASEAN.
"Namun, demikian kemampuan industri farmasi dalam pemenuhan kebutuhan obat nasional yang sudah cukup baik saat ini, belum diiringi dengan kemampuan penyediaan bahan farmasi dari produsen dalam negeri," ungkapnya saat ditemui di kawasan Cimanggis, Senin, 4 September 2017.
Dia menjelaskan bahwa sebagian besar industri farmasi memperoleh bahan baku farmasi secara impor. Tercatat, katanya sekitar 90 persen dari total kebutuhan bahan farmasi didapatkan dari impor.
"Ini merupakan sebuah tantangan yang besar terutama dalam hal kedalaman struktur industri farmasi yang masih mengalami ketergantungan yang cukup besar dari bahan baku impor," paparnya.
Untuk mendorong agar pengembangan bahan baku farmasi di dalam negeri, pemerintah telah menyediakan beberapa insentif salah satunya adalah Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Usaha (Tax Allowance) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2016.
"Dengan adanya fasilitas ini, makin banyak industri farmasi yang akan mengembangkan bahan baku farmasi sehingga dapat menurunkan ketergantungan impor bahan baku," ujarnya.
Pasar produk farmasi
Meski masih ketergantungan bahan baku farmasi impor, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai bahwa Industri Farmasi di Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang banyak dan luasnya jangkauan mengakses BPJS, membuat industri farmasi.
"Potensinya bagus karena penduduk Indonesia kan besar dan juga cover dari BPJS itu sangat luas di Indonesia, dan hampir semua jenis pengobatan di-cover BPJS, tentu akan menciptakan pasar produk farmasi yang cukup besar," ungkapnya lagi.
Semakin luasnya jangkauan dari BPJS ini pun, lanjutnya akan berpengaruh pada kontribusi pertumbuhan obat dan perkembangan industri farmasi itu sendiri.
"Potensinya semakin baik, karena semakin matangnya BPJS dan makin stabilnya jaminan kesehatan maka marketnya akan makin besar. Terlihat, sekarang industri farmasi dapat berkontribusi sampai Rp54 triliun terhadap PDB nasional," paparnya.
Selain itu, dia pun mengutarakan bahwa hingga saat ini, pertumbuhan industri farmasi di Indonesia yang tumbuh lebih dari 7 persen.
Dengan semakin baiknya pertumbuhan industri farmasi akan menjadi salah satu prioritas dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035.
Dimana industri farmasi dan bahan farmasi menjadi industri prioritas yang berperan besar sebagai penggerak utama (Prime Mover) perekonomian di masa yang akan datang.
Dengan begitu lanjutnya, dengan terbitnya Undang-Undang nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri.