Pemerintah RI Harus Dorong Sanksi Ekonomi untuk Myanmar

Seorang perempuan etnis Rohingya dan anaknya mengungsi dari konflik di Rakhine, Myanmar.
Sumber :
  • REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

VIVA.co.id – Pemerintah Indonesia dinilai harus melakukan kajian mendalam terkait sanksi yang bisa dilakukan pemerintah untuk aksi kekerasan yang dialami warga Rohingya di negara bagian Rahkine, Myanmar.

Setelah Israel-Hamas, ICC Buru Pimpinan Militer Myanmar yang Lakukan Kejahatan Pada Muslim Rohingya

Sebagaimana diketahui, telah terjadi konflik antara aparat Myanmar dengan etnis Rohingya yang merenggut banyak korban jiwa. Bahkan banyak warga etnis Rohingya terusir dari tempat bermukim mereka di Rakhine.

"Sanksi ini salah satunya pembatasan investasi dan ekspor ke Myanmar," ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara kepada VIVA.co.id, Senin 4 September 2017.

Usai Ditolak di Aceh Selatan, Kondisi Pengungsi Rohingya Terkatung-katung di Banda Aceh

Pemerintah pun, kata dia, bisa berkoordinasi dengan asosiasi dunia usaha untuk merealisasikan sanksi ini. Misalnya saja, seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

"Pemerintah bisa berkoordinasi untuk merumuskan langkah sanksi investasi yang tepat," kata dia.

Seorang Warga Myanmar Ditangkap Terkait Penyelundupan Rohingya ke Aceh

Tapi, sambung dia, di satu sisi, mitigasi risiko tetap perlu meskipun porsi investasi Indonesia di Myanmar kecil. Menurutnya, pemerintah Indonesia harus mencari alternatif negara tujuan investasi lainnya.

"Pemerintah juga bisa mengajak negara ASEAN lainnya untuk join embargo sebagai bentuk tekanan ke Myanmar," tutur dia.

Gedung Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda

Ingin Tangkap Pemimpin Militer Myanmar, ICC: Rohingya Tidak Pernah Dilupakan

Jaksa agung Mahkamah Pidana Internasional (ICC) tengah mengajukan surat perintah penangkapan bagi pemimpin militer Myanmar atas kejahatan terhadap Muslim Rohingya.

img_title
VIVA.co.id
28 November 2024