Kenaikan Batas Gaji Tak Kena Pajak Solusi Genjot Ekonomi

Anggota DPR, M Misbakhun.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id – Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat mendesak pemerintah untuk kembali menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak yang saat ini berada di kisaran Rp4,5 juta. Kenaikan tersebut diharapkan menjadi daya gedor untuk meningkatkan konsumsi masyarakat hingga akhir tahun ini.

Marak Ekspor Benih Lobster, Kemenkeu Pastikan Permenkeu Masih Digodok

Anggota Komisi XI DPR Mukhammad Misbakhun memandang, kenaikan batas PTKP bisa menjadi solusi pemerintah dalam meningkatkan daya beli masyarakat. Apalagi selain menggenjot konsumsi rumah tangga, kebijakan tersebut bisa mendorong penerimaan negara.

“Menurut saya bisa jadi solusi. Karena kalau naik, orang bisa belanja, dan ini akan memicu penerimaan,” kata Misbakhun, di Jakarta, Sabtu 26 Agustus 2017.

Perluasan Objek Kena Cukai Bisa Dorong Penerimaan Negara

Selama ini, batas PTKP yang diatur dalam pasal 7 Undang Undang Pajak Penghasilan disesuaikan dari waktu ke waktu, sesuai dengan perkembangan dan kondisi ekonomi nasional. Pada tahun lalu, pemerintah menaikkan batas PTKP menjadi Rp4,5 juta per bulan, dari yang sebelumnya Rp3 juta per bulan.

Meski demikian, ada harga yang harus dibayar oleh pemerintah dengan menaikkan batas PTKP. Dengan kenaikan tersebut, kas keuangan negara harus rela kehilangan penerimaan pajak sebesar Rp18 triliun pada tahun anggaran 2017, demi mendorong perekonomian pada saat itu.

Rincian Kerugian Negara Akibat Penyelundupan Kendaraan Mewah

Menurut Misbakhun, upaya untuk mendorong konsumsi telah direspons oleh Bank Indonesia dengan melonggarkan kebijakan moneternya. Bauran kebijakan bank sentral untuk meningkatkan konsumsi, pun diharapkan dapat disinkronisasi oleh bauran kebijakan fiskal yang diberikan pemerintah.

Lantas, berapa batas PTKP yang mencerminkan dengan kondisi perekonomian saat ini?

“Saya kira Rp4,8 juta sampai dengan Rp5,1 juta,” ujar Misbakhun.

Industri rokok.

Diskon Rokok Bisa Kikis Penerimaan Negara dan Ganggu Persaingan Usaha

Pelaku pasar golongan besar bisa mengganggu golongan kecil.

img_title
VIVA.co.id
18 Juni 2020