Patuh Bayar Pajak, Kok Dilarang Lewat Jalan Protokol

Tanda Larangan Sepeda Motor Melintas di Jalan Protokol di jam-jam tertentu. Mahkamah Agung akhirnya mencabut pembatasan itu.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal melarang pengendara sepeda motor melintasi jalan protokol Jakarta, dari kawasan Bundaran Hotel Indonesia hingga Bundaran Senayan, Jakarta Selatan. Sosialisasi penerapan kebijakan tersebut pun sudah dilakukan dalam beberapa waktu terakhir.

Meski demikian, rencana penerapan larangan sepeda motor yang saat ini masih dalam tahap uji coba tersebut menuai protes keras. Belum terintegrasinya layanan transportasi di kawasan ibu kota, menjadi salah satu alasan sejumlah elemen masyarakat menolak pemberlakuan kebijakan tersebut.

Arief Ramadhany, salah seorang pekerja di perusahaan swasta mengaku keberatan dengan adanya rencana tersebut. Pria berumur 26 tahun yang mengaku mengambil pekerjaan sambilan sebagai pengemudi layanan transportasi online itu menilai, larangan tersebut sama sekali tidak mendasar.

“Bagi saya yang juga jadi driver Grab, (larangan itu) sangat tidak efisien. Terutama yang bekerja secara mobile, dan tidak stay di kantor terus. Ini akan membuang waktu yang sangat lama,” kata Arief, saat berbincang dengan VIVA.co.id, di Jakarta, Kamis 24 Agustus 2017.

Arief memandang, larangan tersebut tidak hanya memberikan kerugian dari sisi efisiensi waktu, namun juga dari keekonomian masyarakat. Dengan menggunakan angkutan umum, ongkos yang harus dikeluarkan setiap harinya pun bisa bertambah, lantaran transportasi di ibu kota yang belum terintegrasi.

“Saya pribadi, buat uang bensin motor saja Rp200 ribu satu bulan, dengan rincian satu minggu Rp50 ribu. Kalau naik angkutan umum, lebih mahal. Karena saya dengan Rp50 ribu, sudah bisa bolak balik ke mana-kemana dalam satu minggu,” katanya.

Heriyanto, seorang pengemudi layanan transportasi online pun mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, larangan tersebut sama saja mengurangi pendapatan yang diterima oleh penyedia layanan transportasi daring, yang saat ini betul-betul menggantungkan hidupnya pada pekerjaan tersebut.

“Kami harus muter dulu untuk mencari jalur alternatif. Bisa berkurang peminatnya, dan beralih ke angkutan roda empat. Penghasilan bisa berkurang sekitar Rp100 ribu. Apalagi kalau jam sibuk, saya suka dapat ke arah sana,” ujarnya.

Sebagai seorang pengendara sepeda motor yang patuh terhadap kewajibannya kepada negara, Heriyanto pun menyayangkan rencana pemberlakuan kebijakan tersebut. Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek-aspek keekonomian dari larangan tersebut.

“Sekarang kalau ada jalur alternatif, apakah ada jaminan tidak macet? Ini sangat tidak adil. Karena saya juga tidak pernah telat bayar pajak,” keluh Heriyanto.

Cara Bayar Pajak Motor Online, Mudah dan Tanpa Antre