Cukai Tembakau Naik pada 2018, Industri Rokok Menjerit

Ilustrasi rokok.
Sumber :
  • REUTERS/Thomas White

VIVA.co.id –  Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia berharap, rencana kenaikan tarif cukai rokok pada tahun depan disamakan dengan kenaikan target penerimaan cukai yang tercantum dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 sebesar 4,8 persen. Lesunya industri rokok dalam tiga tahun terakhir, menjadi penyebab utama.

Cukai Rokok Naik Langsung 2 Tahun, Kemenkeu: Perintah Jokowi Supaya 2024 Tak Gaduh

Ketua Umum Gaprindo Muhaimin Moefti mengungkapkan, kenaikan tarif cukai hasil tembakau dalam tiga tahun terakhir telah menjadi pukulan tersendiri bagi industri rokok nasional. Padahal, industri rokok tak bisa dipungkiri menjadi salah satu sektor yang diandalkan pemerintah dalam menggenjot penerimaan cukai.

“Kami berharap kenaikan tarif cukai tahun depan maksimum seperti di RAPBN 2018. Jangan lagi ada beban tambahan bagi industri,” kata Moefti, melalui keterangan resmi yang diterima VIVA.co.id di  Jakarta, Kamis 24 Agustus 2017.

Tarif Cukai Rokok Bakal Naik pada 2023, Ini Penjelasan Bea Cukai

Moefti menjelaskan, volume produksi rokok dalam enam bulan terakhir telah mengalami penurunan sebesar enam persen, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan itu sejalan dengan tujuan pemerintah menekan angka konsumsi rokok, dengan cara menaikkan tarif cukai rokok dalam beberapa tahun terakhir.

Meski demikian, keputusan pemerintah menerbitkan aturan pengembalian fasilitas penundaan pembayaran cukai rokok secara bertahap mulai tahun depan dianggap akan semakin memberatkan industri rokok. Sebab, mekanisme pembayaran cukai akan dua bulan setelah pembelian pita cukai diberikan kepada produsen.

Struktur Tarif Cukai Rokok Tak Kunjung Sederhana, Ini Kata Kemenkeu

Hal ini, ditegaskan Moefti, mengakibatkan pembayaran cukai rokok menumpuk di Desember setiap tahunnya. Menurutnya, dampak dari pemberlakuan regulasi yang berlaku hingga 2021 itu, akan merepresentasikan penerimaan cukai pada tahun depan hanya 11,5 bulan, dari yang sebelumnya satu tahun fiskal berjalan.

Belum lagi, lanjut Moefti, peredaran rokok ilegal yang saat ini sudah menembus level 12,14 persen. Di tengah daya beli masyarakat yang belum menunjukan pemulihan, faktor-faktor tersebut tentu akan memberikan dampak bagi industri rokok nasional, yang selama ini memberikan sumbangsih lebih terhadap penerimaan cukai.

“Ini membahayakan penerimaan negara dari cukai, keberlangsungan usaha, dan tenaga kerja di dalamnya,” tegas Moefti.

Terlepas dari hal tersebut, kalangan pengusaha yang tergabung dalam Gaprindo mengapresiasi keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang kembali lakukan ekstentifikasi barang kena cukai, yakni cukai plastik.

Perlu diketahui dalam RAPBN 2018, pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai plastik sebesar Rp500 miliar. “Kami berharap pemerintah dapat terus mengkaji perluasan barang kena cukai, sehingga dapat memaksimalkan penerimaan negara.” (mus)

Pita Cukai RI buatan Peruri dengan TKDN 100 persen. (ilustrasi)

Kenaikan Cukai Rokok Terlalu Tinggi, Pengamat Nilai Penerimaan Negara Jadi Tak Optimal

Kebijakan kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang terlalu tinggi dinilai tidak efektif untuk mengendalikan konsumsi, hingga dan mengoptimalisasi penerimaan negara.

img_title
VIVA.co.id
27 Maret 2024