RI Godok Aturan, Google Sampai Twitter Jangan Bikin Ribut
- www.pixabay.com/472301
VIVA.co.id – Pertemuan Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan sejumlah pemain Over the Top atau OTT dalam sebulan terakhir ini menarik perhatian. OTT merupakan layanan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet. OTT beroperasi dengan 'menumpang' pada jaringan internet operator telekomunikasi.
Para pemain OTT, yang bertemu Kominfo, menegaskan komitmen mereka untuk mendirikan kantor, mengadakan perwakilan, sampai membersihkan konten negatif dari platform mereka. Beriringan dengan pertemuan para OTT tersebut, sudah beredar draf Peraturan Menteri (Permen) yang bakal mengatur tentang layanan dan bisnis OTT di Tanah Air.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan, draf tersebut belum sepenuhnya utuh. Kominfo masih memerlukan tahap lanjutan, seperti membicarakan khusus dengan para penyelenggara OTT, sebab draf Permen OTT ini sifatnya masih berbentuk diskusi publik.
"(Draf) OTT ini diskusi publiknya baru dimulai. Nanti kita minta masukan. Kemarin baru dimulai sebagian, nanti kita akan bicarakan secara khusus dengan penyelenggara platformnya, apakah Google, FB (Facebook), dan lain-lain. Karena kita mengharapkan, ini (Permen OTT) menyelesaikan masalah, semuanya yang ada selama ini," papar Menteri yang akrab disapa Chief RA ini di Jakarta, Kamis, 10 Agustus 2017.
Ia menyebutkan, aturan OTT masih perlu disempurnakan lantaran ada tiga isu yang harus diseriusi. Ketiganya adalah pelayanan pelanggan, hak dan kewajiban secara hukum, dan masalah fiskal. Oleh karenanya, Chief RA berharap nantinya para penyedia layanan platform tersebut tidak lagi memasalahkan soal pajak yang dibebankan kepada mereka setelah Permen OTT ini disahkan. Contohnya, mengenai pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Yang dimaksud dengan BUT atau permanent establishment adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
"Jadi, nanti (Permen) OTT ini enggak ribut soal BUT, apa lah, dan lain sebagainya. Mereka sudah ada di Indonesia dengan BLKI (Balai Latihan Kerja Industri) yang baru, dengan modernisasi yang baru. Enggak ada lagi berkelit masing-masing mengenai aturan pajaknya, ada tax treaty lah, apalah. Indonesia ya Indonesia," tegasnya.
Dia mengatakan, aturan OTT itu akan menjadi  bidang persaingan yang setara dengan OTT nasional. Untuk itu, Chief RA mengatakan aturan OTT tersebut masih perlu proses untuk dialog, sosialisasi, mencari titik keseimbangan agar berjalan dengan baik. (ase)