Bordir Ambun Suri Mendunia Setelah Dilumat Krisis Moneter
- VIVA.co.id/Andri Mardiansyah
VIVA.co.id - Kerajinan tekstil kain sulam dan bordir Ambun Suri di Bukittinggi, Sumatera Barat, bangkit lagi setelah dilumat krisis moneter pada 1998. Mereka bahkan lebih kreatif dengan keragaman corak khas Bukittinggi serta kualitas yang lebih baik.
Industri rumahan yang dirintis Ida Arleni sejak 1975 itu tak hanya mengandalkan pasar lokal tetapi juga internasional. Malaysia, Singapura, Turki, dan Brunei Darussalam adalah negara yang sudah menjadi sasaran pasar sulam dan bordir Ambun Suri.
FOTO: Para pekerja kerajinan tekstil kain sulam dan bordir Ambun Suri di Bukittinggi, Sumatera Barat. (VIVA.co.id/Andri Mardiansyah)
Tak hanya itu. Pada 2016, produk Ambun Sari dipasarkan PT Pertamina di Aljazair. Juga mengikuti sejumlah kegiatan tahunan seperti Inacraft, ajang pameran kerajinan terbesar di Asia yang memamerkan produk kerajinan dari seluruh Indonesia, dan menjadi agenda tahunan turis asing di Jakarta.
"Awalnya kami sempat vakum akibat krisis moneter. Namun, saat ini kami sudah bangkit kembali dengan melahirkan produk khas Bukittinggi yang lebih berkualitas," kata Ida Arleni ketika ditemui pada Kamis, 3 Agustus 2017.
FOTO: Para pekerja kerajinan tekstil kain sulam dan bordir Ambun Suri di Bukittinggi, Sumatera Barat. (VIVA.co.id/Andri Mardiansyah)
Setelah menjadi mitra Pertamina, peluang pasar kian terbuka lebar dan omzet penjualan semakin meningkat. Harga jual kain bordir, sulaman, dan tenun yang dijual bervariasi, mulai Rp150 ribu hingga Rp4 juta per helai. Rata-rata penghasilan dari penjualan bisa mencapai Rp20 juta per bulan atau maksimal hingga Rp250 juta per tahun.
Modal sukses itu kemudian coba ditularkan Ida kepada perajin lainnya. Bahkan, Ambun Suri kini membina lebih 40 perajin bordir, sulam, rajut, dan songket yang ditempa secara tradisional.
FOTO: Kerajinan tekstil sulam dan bordir Ambun Suri di Bukittinggi, Sumatera Barat. (VIVA.co.id/Andri Mardiansyah)
Para perajin didominasi masyarakat sekitar dan sebagian besar di antaranya adalah anak yang putus sekolah dan yatim piatu yang dididik sedemikian rupa untuk memiliki keterampilan sulam serta bordir.
"Kami ingin ke depannya dapat tercipta kemandirian yang berkelanjutan, terbuka lapangan kerja bagi yang anak-anak putus sekolah dan yatim piatu yang juga merupakan bagian penerus budaya lokal di Bukittinggi," kata Arleni.