Menkeu Akui Izin Impor Berbelit Hambat Penerimaan Cukai
- ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerima berbagai laporan dari para importir terkait dengan perizinan impor. Hal ini merupakan bagian dari Program Reformasi Kepabeanan dan Cukai (PRKC), yang bergulir sejak Desember 2016.
Menurut dia, berbelitnya perizinan impor yang dikeluhkan importir akan direspons cepat oleh pemerintah dengan segera membentuk tim kecil dalam mempermudah proses perizinan.
"Tadi saya sudah bicara akan bentuk tim kecil, untuk bisa merespons perizinan, dan saat ini akan menerbitkan izin dari beberapa (importir) yang hadir," kata Ani panggilan akrab Sri Mulyani di kantornya, Selasa 1 Agustus 2017.
Ani mengakui penyederhanaan izin yang diminta oleh para importir adalah permintaan yang wajar. Hal ini bakal menjadi perhatian pemerintah untuk melakukan evaluasi ke depannya.
"Orang menginginkan, ingin patuh tapi aturannya jangan berbelit-belit. ini saya rasa permintaan yang fair. Supaya bisa melayani masyarakat dengan baik," kata dia.
Menurut dia, beberapa perusahaan seperti industri tekstil mengeluh lantaran banyak yang terhambat produksinya disebabkan perizinan impor yang terlalu membelit. Hal ini tentunya akan berdampak pada pergerakan roda perekonomian.
"Dari Pekalongan, perusahaan kain dan benang (ingin) untuk bisa impor sendiri, nanti saya minta Bea Cukai untuk beri izin supaya tidak menambah beban," kata dia.
Dalam pertemuan itu hadir puluhan pengusaha yang melakukan kegiatan ekspor dan impor, baik yang tergabung dalam asosiasi atau pun tidak.
Di lingkungan pemerintah, turut hadir diantaranya, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi, dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Ani menambahkan, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah selama ini adalah Penertiban importir Berisiko Tinggi (PIBT) yang merupakan program yang disorot pada kuartal ll-2017.
Ia mengungkapkan PIBT merupakan langkah nyata Kementerian Keuangan dalam menjawab tantangan dari masyarakat yang menginginkan perdagangan ilegal dapat diberantas, seperti praktik penghindaran fiskal serta penghindaran pemenuhan perizinan barang larangan dan atau pembatasan (lartas).
Sejauh ini, lanjut Ani program PIBT menunjukkan hasil positif. Hal itu ditunjukkan dengan semakin menurunnya persentase impor berisiko tinggi yang jumlahnya selama ini tidak lebih dari lima persen dari seluruh kegiatan impor atau ekspor di indonesia.
"Importir berisiko tinggi yang melakukan aktivitas setiap harinya, jumlahnya menurun rata-rata sebesar 66 persen. lmportasi oleh importir berisiko tinggi jumlahnya juga menurun rata-rata sebesar 70 persen," kata dia.