Banyak Aturan Hambat Investasi, Ini Penjelasan BKPM
- Istimewa
VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, ‘menyentil’ sejumlah menteri Kabinet Kerja, karena menerbitkan aturan-aturan yang justru menghambat investasi ke dalam negeri. Padahal Presiden ingin, aturan yang dikeluarkan mampu mencapai tujuan pembangunan nasional.
Meskipun realisasi investasi selama enam bulan terakhir menembus angka Rp336,7 triliun, namun bukan berarti aturan-aturan yang menjadi perhatian Presiden tidak diakomodasi. Perombakan aturan perlu dilakukan, agar geliat investasi mampu berkontribusi besar bagi perekonomian nasional.
“Kalau kita segera memperbaiki peraturan menteri yang dikeluhkan Presiden, bisa saja nilai investasi naik terus,” tegas Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong, di kantornya, Jakarta, Rabu 26 Juli 2017.
Thomas memandang, berbagai indikator perekonomian pada kuartal kedua masih mengkhawatirkan. Misalnya, dari sisi perkembangan harga komoditas global yang masih bergerak fluktuatif. Meskipun ada kecenderungan mengalami tren kenaikan, kondisi tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata.
“Pada dasarnya, saya pribadi, jujur prihatin dan khawatir harga komoditas. Kuartal kedua mulai turun lagi. Saya khawatir, kuartal ketiga dan keempat tren penurunan ini akan jadi beban perekonomian dan investasi di Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, konsumsi masyarakat pun belum terlihat mengalami perbaikan, tercermin dari sektor ritel yang masih lesu. Menurut Thomas, hal ini semakin menunjukkan bahwa perayaan hari raya Lebaran beberapa waktu yang lalu belum mendorong secara signifikan tingkat konsumsi masyarakat.
Peran Investasi, lanjut mantan Menteri Perdagangan itu, pun memiliki implikasi besar untuk mengubah kondisi tersebut. Maka dari itu, dengan adanya perubahan aturan-aturan yang selama ini menghambat investasi, Thomas meyakini, sektor ini mampu berbicara banyak bagi kegiatan ekonomi Indonesia.
“Bagi saya, angka kuartal ke kuartal sebetulnya, yang lebih signifikan itu year on year. Karena itu, menunjukkan tren. Masih banyak potensi untuk memperbaiki laju pertumbuhan,” katanya. (asp)