Beda Keterbukaan Informasi Publik dengan Satu Data Indonesia
- VIVA.co.id/Lazuardhi Utama
VIVA.co.id – Saat ini, pemerintah berupaya membuat peraturan mengenai keterbukaan data sebagai fondasi, agar ke depan bisa diakses dengan mudah bagi siapa saja.
Hal ini untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset di Indonesia. Menurut Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden, Robertus Theodore, upaya untuk melakukan keterbukaan data sudah dimulai lewat penerapan Open Government pada 2014.
Tetapi, pada prosesnya tidak berjalan mulus. Sebab, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dinilai belum cukup kuat karena sifatnya reactive disclosure.
"Di dalam UU (KIP) itu harus ada yang minta baru dibuka. Kalau Satu Data Indonesia sifatnya proaktif. Open by dafault. Meski begitu, tetap ada pemilahan data yang sifatnya sensitif," kata Robertus kepada VIVA.co.id, Kamis malam, 20 Juli 2017.
Dengan begitu, Peraturan Presiden diperlukan untuk memaksa kementerian/lembaga berbagi data internal ke sesama lembaga pemerintahan maupun publik. Perpres tersebut rencananya keluar akhir tahun ini.
Pembentukan Satu Data Indonesia, melalui portal data.go.id, atas inisiatif bersama antara Kantor Staf Presiden, Bappenas, Badan Pusat Statistik, Badan Informasi Geospasial, serta kementerian/lembaga, pemerintahan daerah.
Selain itu, Robertus mengaku keberadaan SDI untuk menjawab akan minimnya data. Ia juga menjelaskan bahwa selama ini terjadi gap karena, salah satunya, berbedanya data yang dimiliki kementerian/lembaga.
"Ini seperti mengurai benang kusut, makanya harus ada fondasi dalam bentuk Perpres. Untuk data sensitif diatur di UU lain. SDI bicara tata kelola data," jelas Robertus.