Hacker Rusia Disebut Ingin Bidik Sektor Energi AS
VIVA.co.id – Peretas (hacker) yang bersekutu dengan pemerintah Rusia disebut telah merancang senjata siber (cyberweapon) yang membidik industri energi Amerika Serikat.
Seperti diketahui, AS sangat bergantung pada sektor energi, terutama infrastruktur tenaga kelistrikan. Malware, yang oleh para peneliti AS disebut ‘CrashOverride’, diketahui baru mengganggu satu sistem energi, yaitu di Kiev, Ukraina pada Desember 2015.
Dalam aksinya itu, para hacker secara singkat mampu menutup seperlima, atau 225 ribu pelanggan tiba-tiba kehilangan akses listrik, dari pembangkit tenaga listrik yang dihasilkan.
Namun, dengan modifikasi, CrashOverride bisa digunakan untuk melawan sistem transmisi dan distribusi listrik AS, bahkan hingga efek yang menghancurkan.
Direktur Ancaman Intelijen Dragos, Sergio Caltagirone, mengatakan, hacker Rusia telah menunjukkan ketertarikan mereka yang menargetkan sektor energi AS beserta sistem utilitas lainnya.
Dragos dikenal sebagai perusahaan keamanan cyberspace yang khusus mempelajari perangkat lunak perusak. "Ini adalah puncak dari satu dekade teori dan skenario serangan. Ini adalah game changer," kata Caltagirone, seperti dikutip situs Washington Post, Selasa, 13 Juni 2017.
FSB terlibat?
Peringatan ini muncul sebagai perpanjangan dari penyelidikan AS soal keterlibatan Rusia dalam pemilu tahun lalu.
Menurut Caltagirone, pihaknya telah menamai grup yang menciptakan malware baru, Electrum, dan sangat yakin malware ini menggunakan sistem komputer yang sama saat para hacker menyerang jaringan listrik Ukraina dua tahun lalu.
Sementara itu, Direktur Analisis Intelijen iSight Partners, John Hultquist, justru menamakan kelompok yang membuat malware tersebut bernama Sandworm.
Ia percaya bahwa Sandworm terkait erat dengan pemerintah Rusia, khususnya dinas keamanan dan intelijen (FSB).
Baik Sandworm maupun Electrum, kata Hultquist, adalah kelompok yang sama, atau bisa juga, dua kelompok terpisah, namun bekerja dalam organisasi yang sama.
Ketika dikonfirmasi, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, yang bertugas menjaga keamanan seluruh sistem infrastruktur penting negara tersebut, belum memberikan komentarnya.