Waspada! Ransomware Bidik Ibu-ibu Muda
- www.pixabay.com/typographyimages
VIVA.co.id – Masih teringat dengan jelas betapa paniknya Indonesia saat ketahuan adanya ransomware yang menyusup. Namun, ternyata, ancaman tersebut masih kalah heboh dengan temuan lain yang saat ini kerap terjadi di mana saja.
Ransomware terbaru menyerang ibu-ibu muda yang mudah terpedaya dengan wajah ganteng. Kasus siber ini merupakan penipuan komplotan pejahat siber, mereka melakukan rayuan terhadap perempuan berusia di bawah 35 tahun melalui video call.
"Ibu-ibu muda ini dirayu agar mau membuka dan memperlihatkan sebagian auratnya kepada pelaku. Lalu, pelaku diam-diam merekam, kemudian melakukan pemerasan terhadap korban. Total nilai tebusannya lebih besar dari ransomware WannaCry kemarin," ujar Pakar Komputer Forensik dari Universitas Gunadarma Ruby Alamsyah, dalam keterangan resminya, Senin, 12 Juni 2017.
Menurut Ruby, jika ransomware WannaCry hanya menghasilkan tebusan Rp600 juta di seluruh dunia, kasus pemerasan terhadap ibu-ibu ini, yang disebur Nigerian Scam, jauh lebih besar lagi. Dalam setahun, ia mencatat setidaknya total dana yang dikeluarkan korban mencapai Rp500 miliar per tahun.
"Ini banyak yang tidak melaporkan, karena mungkin malu jika ketahuan," jelasnya.
Lain halnya dengan kejahatan siber yang menargetkan perbankan. Menurut Ruby, pelaku kejahatan siber semakin memahami keamanan di perbankan yang diatur oleh regulator Otoritas Jasa Keuangan maupun Bank Indonesia.
Oleh karena itu, total jumlah dana yang diambil oleh hacker sekitar Rp100 juta per hari. Kebanyakan mereka berasal dari Rusia dan menargetkan negara berkembang seperti Indonesia.
"Ini background-nya Rusia, dari 2009-2010. Teknis pengambilan dana dilakukan melalui internet banking. Kami sudah diskusi dengan BI dan OJK. Namun, keduanya tidak dapat melakukan tindakan lebih selain membuat sistem yang aman bagi nasabah. Mereka regulator keuangan, kendala mereka harus mempunyai sistem keamanan siber," katanya.
Sementara pakar hukum teknologi informasi dari Universitas Gunadarma, Edmon Makarim, menilai seorang yang membuat program software dan hardware harus bertanggung jawab jika ada kejadian yang mengancam keamanan di dunia siber.
Sebab, kata Edmon, tidak ada manusia yang sempurna membuat program. Program yang tak bagus kerap digunakan untuk sarana kejahatan.
Diskusi Ruby dan Edmon berbicara tentang isu siber ini di acara diskusi yang diinisiatif oleh Universitas Gunadarma. Diskusi ini mengedukasi pengguna dan untuk mengantisipasi kejahatan siber yang belakangan kian merajalela.
"Kami melaksanakan seminar ini dalam rangka antisipasi dan edukasi kepada pengguna terkait dengan isu-isu siber yang terjadi saat ini," ujar ketua panitia Muhammad Akbar Marwan.