Pemerintah Masih Bingung Atur Batas Tarif Angkutan Online
- Eduward Ambarita.
VIVA.co.id – Kementerian Perhubungan terus melakukan evaluasi terkait Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Kritik dan saran dari masyarakat juga terus ditampung, sejak aturan tersebut diperkenalkan April lalu dan diterapkan di sejumlah daerah.
Direktur Angkutan Moda dan Multimoda dari Kementerian Perhubungan, Cucu Mulyana, mengatakan hasil dari evaluasi ini akan melihat apakah keberadaan taksi berbasis aplikasi ini telah tergerus akibat penerapan aturan tersebut.
"Sampai saat ini soal tarif masih ada yang mempermasalahkan. Karena ini seolah-olah menghilangkan keunggulan atau efisiensi taksi online," kata Cucu saat diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 24 Mei 2017.
Cucu melanjutkan pihaknya akan menerapkan alat monitoring digital untuk mengetahui jumlah taksi online saat beroperasi.
Menurut dia syarat yang diajukan dalam aturan Menteri itu yakni penempelan stiker, uji berkala kendaraan (KIR) dan kepemilikan SIM dan STNK berbadan hukum sudah begitu tak bermasalah.
Hanya saja, penyesuaian tarif dan kuota armada akan terus dibicarakan lantaran menentukan nasib antara taksi online dan taksi konvensional.
"Apabila pendapatan semua menurun, sehingga taksi reguler mati, online jadi pemain tunggal. Ini yang tidak diinginkan. Kementerian Perhubungan menjaga agar taksi reguler tetap hidup dan online juga beroperasi," kata Cucu.
Sementara itu, ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Berly Martawardaya, mengusulkan untuk adanya perang harga akibat tarif rendah pemerintah harus membuat skema tarif transportasi berdasarkan upah minimum yang diterapkan di tiap daerah.
"Tarif minimal bisa sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional). Selama waktu digunakan di atas kendaraan bisa dihitung UMR di kota tersebut berapa dihitung per jam berapa," ujar Berly. (ren)