Importir Ban Minta Pelonggaran Aturan

Ilustrasi ban
Sumber :
  • BMWBlog

VIVA.co.id – Produsen ban yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) meminta pemerintah untuk memberikan pengecualian terhadap kegiatan impor ban yang mereka lakukan. Sebab, ban impor yang dibatasi pemerintah langka di dalam negeri. 

Tak Cuma Tom Lembong, Ini Jejak Impor Gula 6 Menteri Perdagangan di Era Jokowi

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan membenarkan hal tersebut. Menurut dia, surat dari APBI kepada Kemendag telah disampaikan pada 10 April 2017.

Dalam surat itu, dia melanjutkan, APBI meminta agar perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) anggota APBI, dapat melakukan impor ban yang tidak diproduksi di Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan Permendag Nomor 118/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Barang Komplementer, Barang untuk Keperluan Tes Pasar dan Pelayanan Purna Jual. 

Nasib 10 Juta Pedagang di Ujung Tanduk, Aparsi Tolak Aturan Baru Tembakau

Langkah ini dilakukan lantaran legalitas pemilik API-P untuk melakukan impor ban terkendala di Bea Cukai. Menyusul pelaksanaan Permendag Nomor 77/2016 mengenai Ketentuan Impor Ban, yang berlaku mulai 1 Januari 2017.

Dalam aturan baru itu, importansi ban harus dilakukan melalui sejumlah tahapan. Tahap pertama, importir harus mendapatkan rekomendasi di mana salah satu persyaratannya adalah surat penunjukan dari pemegang merek yang diakui oleh atase perdagangan di KBRI negara tersebut. 

Satgas Amankan 415.035 Kosmetik Ilegal Bernilai Rp11,45 Miliar

Tahap berikutnya, importir memiliki surat persetujuan impor dari Kemendag dengan membawa surat rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Selanjutnya, importir melakukan laporan surveyor sesuai dengan yang ditunjuk oleh Kemendag.

Dalam pelaksanaannya, impor ban hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik API-P atau perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U) yang telah mendapatkan persetujuan impor dari menteri. Selain itu, impor ban hanya bisa dilakukan jika ban dipergunakan sebagai penunjang atau melengkapi proses produksi. 

Pada konteks ini, ban impor jenis radial menjadi prioritas pemilik usaha lantaran memiliki kualitas yang lebih tinggi. Selain itu, memberikan jaminan keselamatan, hemat energi, dan cost efficiency yang lebih baik ketimbang ban biasa yang mayoritas diproduksi di dalam negeri. 

Oke menjelaskan, secara prinsip pemerintah tidak berniat membatasi impor ban. Syaratnya, ban tersebut tidak diproduksi di Indonesia. Pertimbangan lainnya, impor ban diperbolehkan untuk kepentingan layanan purna jual, tes pasar, atau keperluan industri tertentu. 

“Untuk tes pasar tidak mungkin rutin tiap bulan. Begitu juga misalnya untuk ekspor kendaraan ke Eropa yang ada empat musim, kan tidak mungkin ekspor kendaraan tanpa ban,” tutur Oke dikutip dari keterangannya, Selasa 23 Mei 2017.

Sebelumnya, sejumlah pengusaha di industri strategis seperti transportasi, pertambangan, perkebunan, hingga pelabuhan mengeluhkan pengetatan impor ban. Kondisi itu memicu ban jadi langka dan membuat bisnis mereka semakin tidak efisien. 

Kini, sudah banyak pelaku usaha melakukan kanibalisasi untuk tetap beroperasi. Sebab, ban-ban yang dibutuhkan itu tidak diproduksi di dalam negeri sehingga harus diimpor. 

Oke memastikan pemerintah siap membuka keran impor ban jika ada kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi produsen lokal. Namun, pengguna ban impor diminta tidak mengaitkan hal itu dengan kualitas ban. Sebab, dia yakin ban produksi lokal cukup bersaing dengan merek impor. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya