Keputusan S&P Bawa Angin Segar Bagi RI
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Standard and Poor’s akhirnya menyematkan peringkat Indonesia pada level Investment Grade atau layak investasi dari yang sebelumnya berada pada level BB+/positive. Keputusan ini sejalan dengan kredibilitas fiskal yang berhasil dijaga oleh pemerintah sepanjang tahun.
Lantas, apakah keputusan tersebut menjadi angin segar bagi Indonesia?
“Semestinya. Kami lihat, pekerjaan rumah yang diberikan dari S&P sudah diakomodir,” ungkap Ekonom PT Bank Permata Josua Pardede, saat berbincang dengan VIVA.co.id, Jakarta, Jumat 19 Mei 2017.
Menurut Josua, terafirmasinya peringkat layak investasi Indonesia, menjadi signal positif bagi investor asing terhadap prospek perekonomian nasional, di tengah ketidakpastian global yang masih menyelimuti. Bahkan, dampak dari keputusan S&P menaikan peringkat pun mulai terasa.
Josua mengatakan, keputusan tersebut berhasil membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat perkasa di level Rp13.300 per dolar AS. Padahal, pada pembukaan perdagangan pagi tadi, mata uang Garuda sempat loyo di level Rp13.400 per dolar AS.
“Dengan ini ke depan diharapkan aliran modal asing yang masuk bisa semakin deras ke pasar keuangan kita. Meskipun bulan ini sempat terjadi net sell, tapi kami harapkan pengumuman itu membuat market kembali semarak,” ujarnya.
Kendati demikian, keputusan S&P tidak serta merta membuat pemerintah menyetop upaya perbaikan. Reformasi struktural secara menyeluruh masih menjadi poin penting yang harus terus dipercepat. Terlebih, upaya menggenjot perekonomian tidak bisa lagi mengandalkan kebijakan moneter.
“Masih ada potensi sentimen dari gejolak eksternal. Pekerjaan rumah ke depan, adalah bagaimana manajemen fiskal dan utang yang baik. Data BI (Bank Indonesia) meskipun utang jangka panjang pemerintah menurun, jangka pendeknya meningkat,” ujarnya.
Belum lagi, lanjut Josua, asumsi nilai tukar rupiah untuk tahun depan yang justru relatif melemah di rentang Rp13.500-Rp13.800 per dolar AS. Meskipun saat ini fundamental perekonomian masih relatif terjaga, namun hal tersebut perlu tetap diwaspadai oleh pemerintah.
“Jadi harapannya ada insentif yang bisa semakin meningkatkan investasi selain dari kenaikan peringkat. Dengan investasi, pertumbuhan ekonomi enam sampai tujuh persen bisa saja tercapai. Karena investasi jauh berdampak jangka panjang dan sustainable dari konsumsi masyarakat,” katanya.