Apindo Minta Ditjen Pajak Profesional Intip Data Nasabah
VIVA.co.id – Asosiasi Pengusaha Indonesia minta Direktorat Jenderal Pajak tidak salahgunakan kewenangan yang saat ini diberikan negara. Para pengusaha meminta pemerintah tidak mencari-cari kesalahan Wajib Pajak hanya untuk amankan penerimaan negara.
Ditjen Pajak sendiri, secara resmi bisa mengakses data nasabah lembaga keuangan dalam negeri sejak 8 Mei lalu, berlandasakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
“Kami berharap, jangan sampai mencari-cari kesalahan. Kalau mau mencari dan menguji kepatuhan, pokoknya jangan mencari-cari,” kata Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani, saat berbincang dengan VIVA.co.id, Jakarta, Rabu 17 Mei 2017.
Kekhawatiran atas penyalahgunaan data keuangan Wajib Pajak di perbankan pun berasalan. Sebab, langkah otoritas pajak yang mematok target penerimaan dari pemeriksaan, pada akhirnya membuat pengusaha merasa para fiskus pajak akan dibebani untuk mengejar target tersebut. Padahal, tujuan utamanya justru tingkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
“Pemeriksaan harus proporsional. Jangan mencari-cari kesalahan. Tidak perlu juga ada target Rp45 triliun. Nanti yang ada malah mencari-cari, karena ada konsekuensi di situ,” katanya.
Apindo, kata Haryadi mengaku siap diperiksa laporan keuangannya, sebagai salah satu bentuk kepatuhan warga negara Indonesia. Sebab menurutnya, di era seperti sekarang ini, keterbukaan informasi dalam hal perpajakan pun sudah lebih dulu diterapkan oleh berbagai negara-negara lainnya di seluruh dunia.
“Harus (siap). Memang cepat atau lambat, pasti negara meminta keterbukaan. Pasti ingin ada transparansi,” katanya.
Kendati demikian, Haryadi menggaris bawahi, era keterbukaan nantinya tidak hanya akan membuat pemerintah gencar meningkatkan kepatuhan kewajiban masyarakat kepada negara. Sebagai komponen bangsa, pengusaha pun nantinya akan menuntut konsistensi pemerintah dalam menunaikan kewajibannya kepada masyarakat.
“Kami, Wajib Pajak, juga akan kritis kepada pemerintah, karena kami merasa sudah ikut mendanai pembangunan. Kami menuntut hak sebaliknya. Jadi harus ada balance (keseimbangan),” tegasnya.